Ribka PDIP: Kalau tidak ada reformasi, anak tukang kayu tidak akan jadi presiden

Sabtu, 20 Juli 2024 – 23:14 WIB

Jakarta – Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Ribka Tjiptaning menilai peristiwa atau kerusuhan Kudatuli 27 Juli 1996 menjadi pemicu reformasi yang membawa Indonesia saat ini menuju demokrasi dan kebebasan pers.

Baca juga:

Elit PDIP mengungkap fakta tentang penyidik ​​KPK AKBP Rossa

Rebekah mengatakan, peristiwa Kudatuli berujung pada terciptanya iklim demokrasi dan mengakhiri hegemoni Presiden Soeharto.

“Kalau tidak ada Kudatuli, tidak akan ada reformasi,” kata Ning, sapaan akrabnya, dalam diskusi bertajuk “Kudatuli, Kita Tidak Lupa” di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Sabtu, 20 Juli 2024.

Baca juga:

PDIP diperbolehkan mengajukan nomor baru pada Pilgub Jakarta 2024

Diketahui, Kudatuli merupakan peristiwa pengambilalihan paksa jabatan DPP PDI oleh Megawati Soekarnoputri oleh massa pendukung Soerjadi.

“Kalau tidak ada reformasi, anak buruh tidak bisa jadi gubernur. Tidak ada reformasi, anak petani tidak bisa jadi bupati, wali kota. Tidak ada reformasi, anak tukang kayu tidak bisa jadi presiden,” kata Nin.

Baca juga:

KPK menolak tujuan Sekjen Partai Demokrat Rakyat Hasto usai dipanggil sebagai saksi dua kasus korupsi.

Gambar lambang bendera PDIP saat perayaan Tahun Baru Imlek Bung Karno 2023 di GBK

Menurutnya, setelah 28 tahun berlalu, banyak pihak yang merasakan manfaat dari pengorbanan sebagian elemen masyarakat dalam perjuangan demokrasi saat itu.

“Dulu yang bisa jadi pejabat Republik Uzbekistan, Republik Uzbekistan, kepala desa, kepala daerah, memang Golkar, tapi karena peristiwa reformasi tanggal 27 Juli terjadi perubahan yang dahsyat. Artinya, semua anak bangsa bisa meraih cita-citanya,- jelas anggota RHM itu.

Nin mengingatkan, sebelum kejadian Kudatuli, pernah terjadi tragedi Gambir. Ia tidak ingin tragedi mengerikan ini dilupakan.

Artinya, kata dia, reformasi tidak akan berdiri sendiri, karena sebelumnya telah terjadi serangkaian peristiwa dari kekuatan rakyat melawan rezim otoriter Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun.

Nin juga mengenang tragedi berdarah di Gambir yang terjadi pada masa rezim Soeharto.

“Tadi kami dipukuli di Gambir. Saya ingat betul, saya diselamatkan oleh Pak Pangat, Ketua DPC Jakarta Barat. Meski dibawa ke dalam taksi, taksi itu juga dihancurkan dan dipukuli dengan berbagai cara. Itu saat rezim Soeharto, kata Ning.

Halaman selanjutnya

“Dulu yang bisa jadi pejabat Republik Uzbekistan, Republik Uzbekistan, kepala desa, kepala daerah, memang Golkar, tapi karena peristiwa reformasi tanggal 27 Juli terjadi perubahan yang dahsyat. Artinya, semua anak bangsa bisa meraih cita-citanya,- jelas anggota RHM itu.

Halaman selanjutnya



Sumber