Alasan Komisi Yudisial tidak mengusutnya adalah hakim yang membebaskan Ronald Tannur

Sabtu, 27 Juli 2024 – 16:32 WIB

Jakarta – Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Erintua Damanik menjadi sorotan karena mengeluarkan putusan bebas terhadap putra mantan anggota DPR Indonesia, Edward Tanur, yakni Gregorius Ronald Tannur.

Baca juga:

Profil Hakim Erintua Damanik, Pegawai KPK Palsu, IG PN Surabaya Digerebek Netizen

Sejumlah pihak menyayangkan keputusan hakim yang membebaskan Gregorius Ronald Tannur yang sebelumnya divonis 12 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) atas pembunuhan Dini Sera Afrianti.

Pengadilan Negeri (PN) Surabaya tak keberatan dengan pemeriksaan Komisi Yudisial terhadap Hakim Erintua Damanik dan dua hakim lainnya, termasuk Henry Hanindyo dan Mangapul, yang membebaskan Gregorius Ronald Tannur.

Baca juga:

Kronologi dugaan pembunuhan kekasihnya, Ronald Tannour, mendapat hukuman hingga 12 tahun penjara sebelum dibebaskan.

Komisi Yudisial punya kewenangan (menguji hakim), kata Humas PN Surabaya Alex Madan, Jumat, 26 Juli 2024.

Gedung Komisi Yudisial

Foto:

  • VIVA/Terima kasih Fatahilla Inspirasi

Baca juga:

KY Pengadilan Negeri Surabaya memanggil majelis hakim untuk membebaskan Ronald Tannur

Namun Komisi Yudisial tidak bisa melakukan pemeriksaan terhadap hakim tersebut karena KY atau Komisi Yudisial tidak menerima salinan putusan.

Namun hingga saat ini Komisi Yudisial belum menerima salinan putusan tersebut sehingga belum bisa menganalisis kemungkinan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim Pengadilan Negeri Surabaya, kata Komisioner Yudisial Joko Sasmito, dilansir tvOne, Sabtu 27 Juli 2024.

Terkait putusan tersebut, lanjut Joko, Komisi Yudisial tidak bisa masuk ke bidang teknis peradilan, karena hal tersebut merupakan independensi hakim.

Namun pihaknya telah menindak pelanggaran kode etik hakim dengan mengerahkan tim penyidik ​​bersama tim pemantau peradilan untuk mencari kemungkinan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim PN Surabaya.

Tim penyidik ​​bersama tim pemantau peradilan nantinya akan turun ke lapangan untuk mencari informasi pendukung mengenai kemungkinan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim.

Sebab, sulit menganalisis putusan tanpa menguatkan informasi untuk menemukan kemungkinan pelanggaran yang dilakukan hakim Pengadilan Negeri Surabaya.

Halaman selanjutnya

Terkait putusan tersebut, lanjut Joko, Komisi Yudisial tidak bisa masuk ke bidang teknis peradilan, karena hal tersebut merupakan independensi hakim.

Halaman selanjutnya



Sumber