Perbedaan pendapat Menko Luhut dan pakar ekonomi terkait batasan bahan bakar pertalite

Jumat, 13 September 2024 – 02:00 WIB

Jakarta, VIVA – Kebijakan Pemerintah mengenai Batasan Bahan Bakar Pertalite (BBM) masih menjadi topik hangat.

Baca juga:

Pemotongan parah dan melemahnya daya beli, kebijakan lintas sektoral dinilai perlu

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan menilai pembatasan pembelian BBM Pertalit tidak akan mempengaruhi daya beli masyarakat.

“Tidak akan terjadi, tidak akan terjadi (menurunkan daya beli). “Karena saya terdampak (pembatasan), tapi ojek online tidak terdampak,” kata Luhut pada High-Level Forum of Multi-Party Partnership (HLF MSP) dan Indonesia-Africa Forum (IAF) ke-2 di Badung, Bali, pada Senin 3 September 2024 sebagai kutipan Di antara keduanya.

Baca juga:

Pengamat: Daya beli mobil masyarakat RI hanya Rp 100 juta

Tujuan pembatasan pembelian BBM Pertalite adalah untuk memastikan subsidi tersalurkan secara tepat.

Dengan demikian, lanjutnya, masyarakat yang tidak memenuhi syarat subsidi tidak bisa membeli bahan bakar fosil.

Baca juga:

Kelas Menengah Lesu Daya Beli Masyarakat, Begini Nasib Pinjol

Namun berbeda pendapat dengan pakar ekonomi Institute for Economic Development and Finance (Indef), Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti mengatakan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi yang dilakukan Pertalite berpotensi menurunkan daya beli masyarakat.

[dok. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti]

Foto:

  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

“Tentu saja batasan Pertalite ini bisa menghemat anggaran fiskal dari APBN. Namun jika kita perhatikan dengan seksama akan menurunkan daya beli masyarakat dan perekonomian semakin terpuruk,” kata Esther di Jakarta, Kamis, 12 September 2024.

Esther mengatakan, daya beli saat ini berada dalam tekanan, seiring menyusutnya kelas menengah dan penciptaan lapangan kerja.

Ester juga mengatakan, kondisi inflasi yang tidak sepadan dengan pertumbuhan upah menjadi faktor yang menurunkan daya beli masyarakat.

Jika kebijakan pembatasan bahan bakar preferensial terus berlanjut, mereka khawatir akan berdampak pada penurunan perekonomian nasional.

CEO Indef kemudian meminta pemerintah mempertimbangkan kebijakan pembatasan bahan bakar jenis Pertalite (BBM). “Akan lebih baik untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ini,” katanya.

Namun Indef tahun lalu juga melakukan kajian mengenai penguatan subsidi BBM. Diakuinya, kebijakan tersebut sebenarnya bisa berpotensi menghemat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Rp34,24 triliun jika pembatasan diberlakukan pada semua jenis transportasi pribadi.

Membatasi mobil saja bisa menghemat anggaran Rp32,14 triliun, membatasi pembelian maksimal 60 liter bisa menghemat Rp17,71 triliun, dan membatasi mobil berkapasitas 1.400 CC bisa menghemat Rp14,81 triliun. (Semut)

Halaman berikutnya

Esther mengatakan, daya beli saat ini berada dalam tekanan, seiring menyusutnya kelas menengah dan penciptaan lapangan kerja.

Halaman berikutnya



Sumber