Ancaman PHK bagi Pekerja Tembakau, Serikat Pekerja Tembakau Protes Kenaikan Cukai Rokok

Selasa, 17 September 2024 – 19:22 WIB

Jakarta, VIVA – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) masih terjadi pada industri padat karya seperti manufaktur, sandang, dan tekstil. Dalam kondisi lemahnya daya beli masyarakat, kebijakan pemerintah yang tidak memihak industri akan memperburuk keadaan.

Baca juga:

Jokowi menjelaskan dampak ekonomi syariah pada pembukaan Islamic Finance Center

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP-RTMM) Sudarto mengingatkan, ancaman PHK tidak hanya terjadi pada sektor tersebut. Namun hal ini juga mengancam Industri Hasil Tembakau (IHT) yang selama ini menjadi salah satu pemberi kerja terbesar di Indonesia.

“Berbagai industri padat karya yang dapat menciptakan lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar harus dilestarikan dan dilindungi dengan kebijakan yang baik,” kata Sudarto dalam keterangannya, Selasa, 17 September 2024.

Baca juga:

Pelaku industri mengungkap bahaya kemasan biasa untuk produk tembakau

Tembakau kering yang dilinting menjadi rokok di pabrik.

Menurut dia, industri Hasil Tembakau (IHT) yang menjadi ladang para pekerja kini mendapat tekanan berat dari berbagai kebijakan dan regulasi yang bertujuan mematikan IHT. Misalnya saja kebijakan kenaikan cukai yang sangat tinggi yang diatur dalam PP 28/2024 dan rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).

Baca juga:

Dampaknya terhadap industri, DPR menilai aturan kemasan rokok merugikan sektor tembakau

“Sebenarnya dengan kondisi saat ini, pendapatan negara tidak diperoleh dan rokok ilegal semakin banyak. Sementara rokok legal mendapat tekanan peraturan yang semakin ketat, dan daya beli masyarakat yang menurun. “Pada akhirnya, orang-orang yang merokok secara legal bisa tercabut dari rokok ilegal.”

Sudarto menegaskan, perkiraan kenaikan pajak rokok pada tahun 2025 berpotensi meningkatkan jumlah pengangguran di Indonesia. Faktanya, IHT merupakan sektor padat karya yang mempekerjakan jutaan pekerja di berbagai tingkatan, mulai dari petani tembakau, buruh pabrik, hingga pedagang kecil. Oleh karena itu, FSP-RTMM menolak keras rencana kenaikan cukai rokok pada tahun 2025.

“Kami meminta tidak ada kenaikan cukai rokok pada tahun 2025. Kenaikan cukai hanya akan membawa ketidakpastian bagi IHT, termasuk berpotensi membuat pekerja menjadi mubazir dan memperburuk keadaan perekonomian pekerja yang sudah sangat frustasi, apalagi dengan adanya kenaikan cukai rokok. PP 28/2024 yang baru disetujui selesai, kata Sudarto.

Menurutnya, setiap tahun OKI selalu waspada terhadap ancaman kenaikan cukai yang dampaknya dirasakan di seluruh sektor OKI, mulai dari rokok mobil hingga rokok lintingan tangan.

“Jika pemerintah dan berbagai pihak terkait memahami hal tersebut, sebaiknya pajak cukai tidak dinaikkan pada tahun depan,” ujarnya.

Halaman selanjutnya

Sumber:

Halaman selanjutnya



Sumber