Tekankan calon tunggal dan kotak kosong, legislator: tidak beri tahu pemilih, rusak demokrasi!

Rabu, 18 September 2024 – 01:36 WIB

Jakarta, VIVA – Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus menegaskan bertambahnya calon tunggal pada Pilkada 2024, menurutnya merupakan kegagalan parpol dalam menjaring personel yang berkompeten.

Baca juga:

Debat Capres di Pilkada Bintan Riau Batal, Ini Penggantinya

Guspardi menilai calon tunggal menghancurkan demokrasi. Ia pun mengimbau masyarakat tetap menggunakan hak pilihnya meski hanya ada satu calon kepala daerah (kakada) atau fenomena kotak kosong.

Fenomena kotak kosong mencerminkan kegagalan partai politik menyiapkan personel yang kompeten untuk bersaing di tingkat daerah. Hal ini diperburuk dengan munculnya koalisi besar yang mengaburkan pilihan dan persaingan, kata Guspardi Gaus, Selasa, 17 September , 2024.

Baca juga:

Kotak Kosong Menang Pilkada 2024, Bagaimana Nasib Kandidat yang Kalah?

Guspardi mengatakan, pilkada yang melibatkan kotak kosong dapat melemahkan legitimasi pemimpin terpilih dan hubungan antara pemimpin dan rakyat. Menurutnya, fenomena tersebut dapat memperburuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi politik.

“Meski Pilkada dengan calon tunggal melawan kotak kosong bisa berjalan sesuai aturan, yang penting prosesnya transparan dan adil untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan kualitas demokrasi,” kata anggota DPR dari Pemilu II Sumbar itu. regional

Baca juga:

Menurut Democracy House, pembangunan tidak akan berjalan jika kotak kosonglah yang menang

Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus

Ia mengatakan, pilkada merupakan tempat masyarakat memilih untuk menentukan calon kepala daerahnya.

“Bukan kotak kosong yang ditentang. Kalau ditentang, tidak membuat pemilih cerdas, merusak demokrasi,” lanjut Guspardi.

Menurut dia, jika terjadi kemenangan kotak kosong di daerah itu, maka perlu persiapan pilkada. Guspardi menilai pemilu ulang merupakan salah satu alternatif yang sebaiknya dilaksanakan pada 2025 jika kotak kosong memenangkan calon tunggal.

Oleh karena itu, pilihan harus diambil untuk mempersiapkan pilkada berikutnya. Dan yang paling cepat dilakukan adalah tahun 2025, kata Guspardi.

Selain itu, ia juga berupaya memperbaiki standar dalam hal ini revisi UU Pilkada. Hal ini untuk menghindari fenomena calon kepala daerah tunggal yang kotaknya kosong.

“Kedepannya regulasi yakni UU Pilkada harus diperbaiki. Kalau regulasi pilkada diubah, bisa menutup kemungkinan calon tunggal,” jelas Guspardi.

“Tidak boleh ada calon tunggal. “Kalau ada ketentuan, partai tidak berdaya, bahkan ada pasangan calon yang tidak bisa menjalankan tugasnya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Guspardi mengatakan, munculnya calon tunggal tergantung pada regulasi yang ada yang membuka jalan untuk itu. Ia mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60 Tahun 2024 yang menurunkan minimal pencalonan kepala daerah dari partai politik dan asosiasi parpol dapat mengubah cara hidup dan hubungan koalisi parpol.

Ia heran meski sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi, namun masih banyak daerah di Indonesia yang hanya diikuti satu calon.

“Itu menunjukkan pasangan calon belum siap, belum siap menang dan kalah, kalau maju kita siap kalah. Cuma jangan siap menang,” kata Guspardi.

Ia juga menambahkan, banyaknya calon tunggal menjadi bukti kegagalan partai politik dalam pembentukan personel. Sebab, menurutnya, hal itu menunjukkan belum ada personel parpol yang mumpuni untuk mendukungnya di pilkada.

Jika ada calon tunggal, berarti 18 partai belum bisa memberikan pelatihan politik kepada kader dan pengurusnya, kata politikus PAN itu.

Halaman selanjutnya

“Bukan kotak kosong yang ditentang. Kalau ditentang, tidak membuat pemilih cerdas, merusak demokrasi,” lanjut Guspardi.

Bertemu dengan Jokowi, Gus Miftah mengatakan Jokowi akan bertemu masyarakat setelah lengser sebagai presiden



Sumber