Kebijakan rokok kemasan polos tanpa merek ini menimbulkan kontroversi yang disebut dengan Debat Minimum

Rabu, 25 September 2024 – 23:36 WIB

Jakarta, VIVA – Sejumlah kementerian disebut tidak terlibat dalam pengembangan kebijakan kemasan rokok sederhana dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RMPK) yang merupakan produk PP Nomor 28 Tahun 2024. Hal ini menuai kontroversi dari berbagai pihak setelah banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan dari peraturan ini.

Baca juga:

Kemenaker turun membela nasib buruh yang terancam aturan sederhana rokok.

Menurut Direktur Minuman, Tembakau dan Industri Segar (Kemenperin) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Merrijantij Punguan Pintaria, keterlibatan seluruh pihak pihak yang berkepentingan ini penting dalam diskusi politik. RPMC diharapkan dapat dibahas kembali dengan partisipasi semua pihak.

“Kebijakan tidak bisa memuaskan semua orang, tapi harus mencapai konsensus yang berarti,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu, 25 September 2024.

Baca juga:

Unit bisnis Bumi Resources (BUMI) menawarkan pelatihan pengemasan produk untuk UKM

Gambar usia minimal merokok 18 tahun ke atas.

Merry, sapaan akrabnya, juga menilai penerapan standarisasi kemasan dan desain produk tembakau harus mendapat masukan dari Kementerian Perindustrian. Sayangnya, Kementerian Perindustrian Republik tidak terlibat dalam pekerjaan ini audiensi publik yang dilakukan Kementerian Kesehatan menunjukkan kelalaian.

Baca juga:

Prabowo-Gibran menyerukan industri tembakau dilindungi dari peraturan yang diskriminatif

“Ini adalah peristiwa yang berulang dan kami berharap dapat diikutsertakan dalam diskusi kebijakan yang berdampak besar pada industri kami,” ujarnya.

Ia menegaskan, kebijakan kemasan tembakau sederhana yang dikembangkan Kementerian Kesehatan dalam RPMK harus dipertimbangkan secara matang dan berdampak terhadap perekonomian nasional dan masyarakat luas, khususnya bagi industri tembakau.

“Kita semua sepakat untuk menciptakan masyarakat yang sehat, namun kita juga harus memperhitungkan keberadaan lebih dari 1.300 industri yang mempekerjakan sekitar 537.000 orang,” ujarnya.

Senada, Negosiator Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Angga Khandian Putra menegaskan, pihaknya tidak terlibat secara formal dalam pembentukan RPMK. Menurut dia, bungkus rokok polos tanpa label dapat berdampak pada hak-hak pengusaha, pedagang, dan perdagangan internasional.

Pelarangan rokok biasa dan tidak bermerek dapat mengganggu perdagangan dan mengganggu hak-hak pedagang, ujarnya.

Ia juga berpendapat bahwa penelitian ilmiah lebih lanjut mengenai upaya penurunan prevalensi merokok melalui kebijakan rokok kemasan polos dan tidak bermerek, mengutip Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), dimana Indonesia sendiri belum meratifikasi ketentuan tersebut, sangat diperlukan. mengacu pada besarnya konsumsi energi pada industri tembakau di dalam negeri.

“Perlu penelitian ilmiah untuk mendukung efektivitas kebijakan ini. Struktur bisnis Indonesia berbeda dengan negara lain,” kata Angga.

Halaman selanjutnya

“Kita semua sepakat untuk menciptakan masyarakat yang sehat, namun kita juga harus memperhitungkan keberadaan lebih dari 1.300 industri yang mempekerjakan sekitar 537.000 orang,” ujarnya.

Halaman selanjutnya



Sumber