Saksi mengungkapkan, batas waktu pembayaran bulanan KPK paling lambat tanggal 10.

Selasa, 1 Oktober 2024 – 00:06 WIB

Jakarta, VIVA – Mantan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Provinsi Sulawesi Selatan Edi Rahmat juga menjadi salah satu saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus pungutan liar (pungli) di Rutan KPK. Dalam persidangan, Edi juga mengungkapkan adanya batas waktu pembayaran bulanan pungli di Rutan KPK.

Baca juga:

Dewas KPK meminta pengusutan tuntas pertemuan Alex Marwata dengan Eko Darmanto

Pada Senin, 30 September 2024, Edi Rahmat mengikuti persidangan di Lapas Kejaksaan Makassar. Dia awalnya menjelaskan, ada petugas Rutan KPK yang menawarinya pengacara saat pertama kali ditahan di Gedung C1 KPK.

“Masih ingat siapa? Petugas lapas yang mendatangimu bertanya pada jaksa di ruang sidang PN Jakarta Pusat?”

Baca juga:

Kontroversinya, mantan inspektur KPK Robin Pattuju juga diperas dari Rutan KPK.

– Vardoya, – jawab Edi Rahmat.

Tersangka kasus pemerasan di Lapas KPK termasuk narapidana Ahmed Fauzi

Baca juga:

Mantan auditor BPK itu tidak pernah melaksanakan salat Jumat karena tak membayar pungutan liar di Rutan KPK.

Nanti pakai pengacara yang direkomendasikan Pak Vardoyo,- kata jaksa, dan Edi menjawab “tidak”.

Jaksa pun menanyakan siapa orang yang menawarkan jasa pengacara. Yedi Rahmat pun mengaku tidak tahu, nyatanya para terdakwa tidak termasuk yang mengajukan.

– Apa yang diucapkan, lanjut jaksa.

“Sesuai aturan, misalnya Pak, harus pakai ponsel dan bayar bulanan Pak,” jawab Edie.

Edi menjelaskan, jika para narapidana yang saat itu berada di gedung C1 tidak menaati aturan, misalnya tidak menggunakan telepon seluler, maka akan dikenakan sanksi.

“Apa yang disampaikan Pak Ubay, Ramazan Ubaidillah, dan Pak Sopiyan saat mengikuti aturan? Bagaimana spesifiknya?” tanya jaksa.

“Apalagi Pak, kalau tidak pakai telepon seluler, kita akan dikucilkan dan disuruh bersih-bersih ruangan, dan olah raga dibatasi Pak,” kata Eddie.

Edi mengatakan, uang yang diberikan kepada petugas tahanan KPK sebesar Rp20 juta untuk penggunaan telepon genggam. Ia mengaku sempat berada di sel isolasi selama 14 hari saat ditahan di gedung C1.

Makanya kami dulu diminta pakai 20 juta untuk satu ponsel, kata Edi.

Tersangka kasus korupsi ini menjelaskan, selama ditahan di gedung C1, ia diminta membayar biaya layanan bulanan. Besaran kontribusinya sebesar Rp 5 juta.

“Apakah Pak Ubay dan Pak Sopiyan membayar biaya bulanannya?” kata jaksa.

“Ya, Tuan,” kata Eddie.

– Berapa banyak uang? tanya jaksa.

“Rp 5 juta pak,” kata Eddie.

Saat menggunakan telepon genggam, Edi diminta membayar Rp 20 juta. Namun Edi tidak mampu dan hanya mampu membayar Rp 17 juta.

“Abis itu kita kasih nomor hp ke perempuan itu, dia kasih tahu, perempuan itu bilang tidak bisa dapat 20 bapak-bapak. Akhirnya saya dapat 17 bapak-bapak,” kata Edi.

Eddie dipinjamkan ponsel hanya untuk berkomunikasi dengan istri dan keluarganya. Ia juga mengaku akan terkena dampaknya jika tidak mampu membayar iuran bulanan sebesar Rs 5 lakh.

“Kalau dia tidak mau membayar uang Rp 5 juta itu, dampaknya apa?” kata jaksa.

“Kalau tidak bayar pak, nanti kami bawa ke lantai 9 (isolasi) dan suruh bersih-bersih, jangan olahraga,” kata Edie.

Penghitungan pembayaran bulanan di Rutan KPK dilakukan setiap awal bulan. Meski demikian, Eddie tak memungkiri tanggal pastinya.

Namun, Edi menjelaskan, iuran harus dibayarkan paling lambat tanggal 10.

– Ya, setelah tanggal berapa maksudmu tidak menunggu?

“Iya jangan lewat tanggal 10 gan, saya sudah diperingatkan gan,” kata Eddie.

Edi menuturkan, ia menyumbang Rp35 juta ke Rutan KPK setiap bulannya.

Halaman berikutnya

Edi menjelaskan, jika para narapidana yang saat itu berada di gedung C1 tidak menaati aturan, misalnya tidak menggunakan telepon seluler, maka akan dikenakan sanksi.

Halaman berikutnya



Sumber