Timeline Siswa Berkebutuhan Khusus Di-bully di Depok

Sabtu, 5 Oktober 2024 – 00:42 WIB

depok, viva – R (15), siswa SMPN 8 Depok yang diduga menjadi korban bullying rupanya sudah lama kesal. Hingga akhirnya, kekesalan R mencapai puncaknya pada Selasa, 1 Oktober, saat upacara Hari Lahir Pancasila.

Baca juga:

Dikirim ke Asia Pasifik, siswa sekolah menengah diajak untuk berinovasi seputar inklusi keuangan

“Pada hari upacaranya, pada hari Santo Pancasila, 1 Oktober,” kata Fahmy, orang tua R, pada Jumat, 4 Oktober 2024.

Saat itu R sedang kesal karena dilecehkan oleh beberapa teman sekolahnya, sehingga membuat R marah dan memecahkan kaca jendela kelas. Lengannya patah dan dia segera dibawa ke rumah sakit.

Baca juga:

Siswa berkebutuhan khusus diduga menjadi korban perundungan di Depok

Orang tua korban kekerasan mengadu ke polisi

Foto:

  • VIVA.co.id/Rinna Purnama (Depok)

Fahmi mengatakan, putranya merupakan siswa berkebutuhan khusus di sekolah tersebut. R juga agak kesulitan berkomunikasi. Namun, saat menceritakan kejadian yang menimpanya kepada polisi, R mampu menjelaskannya secara detail.

Baca juga:

Gunakan NIK dan NISN bagi siswa yang ingin mengecek status penerima PIP pada Oktober 2024

“Nah, anak ini bingung, karena mungkin anak saya berkebutuhan khusus dalam komunikasi, agak (buruk). Tapi entahlah, sebelumnya (polisi) benar-benar menjelaskan situasinya sedetail itu. Siapapun itu, saya bahkan tidak bisa menyebutkan namanya, tapi dia mengerti siapa teman-temannya yang melakukan ini,” jelasnya.

Mereka yang diduga melakukan penganiayaan berasal dari kalangan berbeda. Sementara itu, teman sekelas R sangat protektif terhadapnya.

“Yah, (pelakunya) itu dari kelas lain, teman-teman sekelasnya malah melindunginya. “Tapi keduanya kelas IX, tapi beda kelas,” jelasnya.

Setelah kejadian ini, pihak sekolah tidak memberi tahu orang tua siswa. Baru keesokan harinya di sekolah orang tua siswa dihubungi mengenai kejadian tersebut.

“Iya, kalau review sekolah baru tanggal 1 Oktober dipastikan kejadian itu permainan biasa. Tapi maaf kok pihak sekolah tidak datang? Saya informasikan, anak ini akan dioperasi penyambung pembuluh darahnya, tapi pihak sekolah tidak ada yang datang,” ujarnya.

Dia kecewa dengan sekolahnya. Alasannya, tidak ada permintaan maaf dari pihak sekolah.

“Ya, saya kecewa dengan sutradara. Kemarin sutradara datang dan tidak meminta maaf kepada orang tua, namun tidak ada pernyataan seperti itu. “Sebenarnya pernyataan itu tidak berlaku bagi saya,” ujarnya kecewa.

Sebagai orang tua, ia meminta agar kasus tersebut diselidiki dan ditindaklanjuti. Dia melaporkan hal ini ke polisi.

“Sama saja, sepertinya polisi bergerak cepat. Saya juga ingin menjalani pemeriksaan visum di rumah sakit. Saya berharap bisa mewakili siswa lain, orang tua orang lain, agar mereka merasa nyaman meninggalkan anaknya yang berkebutuhan khusus. Namun nyatanya, ada keluhan dari orang tua lain mengenai hal ini. Sepertinya ada, tapi saya tidak tahu siapa mereka. Tapi datanya terus masuk, ujarnya.

Fahmi mengatakan, peristiwa penganiayaan terhadap anaknya terjadi di area upacara. Namun dia tidak tahu apakah saat itu ada guru yang akan turun tangan dalam masalah ini atau tidak.

“Tidak, aku tidak tahu. Kata gurunya sama saja dengan bermain kan? Tapi anakku disebut anak autis, kadang dia punya perasaan, ya, tingkat emosinya. Dia tidak bisa bernapas, tidak bisa.” jawabnya. Tapi tiba-tiba kaca pecah itu merugikan dirinya sendiri ya? Dia tidak tahu kalau itu kadang terjadi,” ujarnya.

R berkata pada dirinya sendiri bahwa dia ditendang dan bahkan diludahi. Peristiwa penganiayaan tersebut diyakini sudah berulang kali menimpa anaknya.

Jadi menurut dia sebenarnya dia bilang, ‘Iya saya ditendang, Pak.’ Saya ludahi saya, katanya: “Jadi ternyata itu sudah terjadi berkali-kali di masa lalu. Tapi puncaknya kemarin,” ujarnya.

R pun mengalami luka sehingga tangannya dijahit. Ia pun meminta pihak sekolah bertanggung jawab atas kejadian yang menimpa anaknya.

“(Lukanya) besar karena kemarin kita operasi penuh kan? Semua sayatannya, saya tidak tahu apakah lebih dari jahitan besar,” ujarnya.

Halaman selanjutnya

“Yah, (pelakunya) itu dari kelas lain, teman-teman sekelasnya malah melindunginya. “Tapi keduanya kelas IX, tapi beda kelas,” jelasnya.

Halaman selanjutnya



Sumber