Pemandangan alam dan konflik bersenjata menjadi tantangan Jokowi dalam 10 tahun pembangunan Papua

Minggu, 6 Oktober 2024 – 06:02 WIB

Jakarta, VIVA – Dalam 10 tahun terakhir, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) fokus pada pembangunan Papua, serta mengembangkan ekonomi ekstraktif untuk ekspor. Hal ini terlihat pada rencana pembangunan jangka menengah nasional tahun 2015-2019 dan RPJMN 2020-2024.

Baca juga:

Peluang besar RI untuk menjadi master ekonomi digital di ASEAN

Bahkan, pemerintah mengeluarkan peraturan yang pro investasi, membangun infrastruktur dan memberikan insentif untuk menarik investasi dalam dan luar negeri.

Namun pelaksanaan pembangunan di Papua bukannya tanpa hambatan. Hal itu sebelumnya diungkapkan Boy Marcus Davir, anggota komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Papua.

Baca juga:

10 tahun kepemimpinan Jokowi di Papua akan membangun jalan ribuan kilometer

Ia mengungkapkan beberapa tantangan yang dihadapi dalam pembangunan infrastruktur di tanah Papua, salah satunya adalah kondisi geografis Provinsi Papua yang berupa pegunungan, lautan, dan jarak yang sangat jauh sehingga sulit untuk dilalui.

Politisi Partai Demokrat ini menjelaskan sejumlah faktor penyebab terhambatnya pembangunan infrastruktur di Papua. Faktor yang ia utarakan adalah terbatasnya dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), letak geografis, dan komunikasi antar pemerintah daerah.

Baca juga:

Tindakan keamanan diperketat di beberapa wilayah Papua pasca merebaknya ancaman KGB

Misalnya saja dari Kabupaten Yapen Kepulauan ke Kabupaten Waropen susah, maaf. Kalau dilihat dari geografisnya susah, kata Boy Marcus, Minggu, 6 Oktober 2024.

Presiden Jokowi menghadiri upacara peringatan HAN di Papua

Foto:

  • VIVA.co.id/Aman Hasibuan (Papua)

Tak hanya tantangan geografis di wilayah pesisir Papua, Boy juga mencatat sulitnya menjangkau wilayah pegunungan Papua. Menurut dia, letak geografis Papua yang bergunung-gunung sangat ekstrem seiring dengan sulitnya faktor cuaca dan kendaraan.

“Misalnya kita mau ke pegunungan, pesawatnya ada, tapi cuacanya buruk, kita tidak bisa ke sana.

Kemudian permasalahan lainnya terkait APBN dimana terdapat peraturan atau regulasi yang menghambat proses pembangunan infrastruktur di Cenderawasih Bumi.

“Misalnya terkait APBN yang masuk ke Papua, kami di DPR provinsi dibatasi dengan aturan itu. APBN tidak bisa kami kendalikan, ada kendala di sana,” ujarnya.

Perjuangan bersenjata semakin meningkat

Presiden Jokowi meninjau jajaran HUT TNI ke-79

Presiden Jokowi meninjau jajaran HUT TNI ke-79

Di sisi lain, konflik kekerasan di Papua terus berlanjut dan tidak bisa diredakan begitu saja dengan perluasan otonomi khusus atau pemekaran provinsi. Pemerintah memerlukan pendekatan yang sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan kontrol transparan terhadap dana otonomi khusus.

Ketidakstabilan yang diakibatkan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau yang sering disebut dengan Armed Crime Group (ACG) telah menjadi permasalahan serius bagi Papua. Aksi kekerasan yang dilakukan kelompok ini tidak hanya menimbulkan banyak korban jiwa, namun juga menghambat berbagai upaya pembangunan di wilayah tersebut.

Belakangan ini, teror yang ditimbulkan oleh OPM, khususnya menjelang peringatan 79 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, menjadi sangat tajam dan meresahkan.

(Gambar) Anggota KKB Papua.

(Gambar) Anggota KKB Papua.

Pada tanggal 5 Agustus 2024, penyalahgunaan yang dilakukan OPM mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Kelompok yang diduga dipimpin Egianus Kogoya bahkan membunuh pilot helikopter Glen Malcolm Conning asal Selandia Baru yang baru saja mendarat di Mimika bersama tim medisnya.

Tak hanya itu, pada 13 Agustus 2024, OPM kembali menunjukkan aksinya dengan menembak Raymond Gustam Kailimang, pekerja proyek di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya. Insiden ini menambah daftar panjang kekerasan dan menyoroti kondisi yang memprihatinkan bagi pekerja dan warga sipil di Papua.

Ketidakamanan yang dihadapi oleh para pekerja proyek tidak hanya membuat mereka khawatir secara pribadi tetapi juga sangat mempengaruhi kelancaran berbagai proyek pembangunan yang sangat penting bagi kemajuan Papua.

Situasi semakin memanas ketika pada 15 Agustus 2024, OPM kembali melancarkan serangan dengan menembak Serka Geoffrey Elfradus May, anggota Kodim 1714/Punchak Jaya. Penyerangan terjadi di sebuah gedung olah raga di Distrik Pagaleme, Kabupaten Panchak Jaya, Provinsi Papua Tengah.

Penembakan ini tidak hanya menambah jumlah korban tewas di kalangan aparat, tetapi juga menunjukkan bagaimana terorisme OPM berdampak pada keamanan dan stabilitas di wilayah yang sedang menjalankan tugas penting, seperti memastikan dimulainya Pilkada Serentak 2024 oleh KPU Puncak. terganggu. Jaya.

Menurut Khairul Fahmi, pengamat militer dan salah satu pendiri Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), rangkaian serangan OPM pada Agustus 2024 merupakan upaya provokatif yang dirancang untuk menarik perhatian internasional terhadap masalah Papua di tengah perayaan Indonesia. kemerdekaan

“OPM menjadikan perayaan HUT RI sebagai kesempatan untuk menyatakan penolakannya terhadap kemerdekaan Indonesia atas Papua,” ujarnya.

Halaman selanjutnya

Tak hanya tantangan geografis di wilayah pesisir Papua, Boy juga mencatat sulitnya menjangkau wilayah pegunungan Papua. Menurut dia, letak geografis Papua yang bergunung-gunung sangat ekstrem seiring dengan sulitnya faktor cuaca dan kendaraan.

Calon bupati terkaya di Sumsel ini berjanji akan mendonasikan 100 persen gajinya untuk seluruh desa



Sumber