Kapolsek Manggarai mengklaim anggotanya dianiaya di Poco Leok

Manggarai, VIVA – Kapolsek AKBP Manggara Edwin Saleh menegaskan, hingga saat ini belum ada laporan resmi mengenai dugaan kekerasan.

Baca juga:

Seorang warga negara Tiongkok yang menguasai game online dengan omzet lebih dari Rp 500 miliar telah ditangkap

Hal itu diungkapkan Edwin dalam keterangan pers soal penganiayaan yang dilakukan anggotanya saat pengamanan proyek perluasan PT PLN Geotermal Ulumbu, Sabtu, 5 Oktober 2024 lalu.

Di sisi lain, kata Edwin, laporan yang diterima terkait ancaman dan perusakan rumah warga pendukung proyek tersebut.

Baca juga:

Politbiro: 5 Politbiro terbentuk selama 10 tahun kepemimpinan Jokowi

“Harus saya jelaskan soal keamanan anggota Polsek Manggara, itu kewajiban karena kita tahu di Poko Leok ada yang mendukung dan ada yang menentang kalau kita tidak menjaga keamanan. Kita harus pastikan. keamanan dalam setiap aktivitas yang kami lakukan akan dilakukan di Poco, “Leok saat ini sedang dalam tahap pengujian situs dan kami berkomitmen untuk memastikan setiap prosesnya,” kata Edwin.

Menggambarkan tindakan intimidasi atau pelecehan, pelecehan anak

Baca juga:

Kapolri di HUT TNI ke-79: Kita bersatu dan saling melengkapi dalam fungsi publik

Ia juga menjelaskan, kehadiran aparat kepolisian bertujuan untuk melindungi semua pihak yang terlibat, termasuk PLN dan media, serta mencegah potensi konflik antara kelompok pro dan oposisi.

Edwin juga menegaskan, tidak ada penangkapan yang dilakukan dan aparat kepolisian hanya bertugas mengamankan situasi. Tindakan yang dilakukan akan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Ia berharap semua pihak dapat berpikir positif untuk menciptakan perdamaian dan mendukung percepatan pembangunan daerah.

Sementara itu, Cornelis Wajong, tokoh masyarakat asal Poko Leok, Kabupaten Manggarai, mendukung penuh langkah aparat keamanan, termasuk TNI-Polri di Manggarai dalam melakukan asesmen keamanan lahan atas rencana pembebasan lahan pembangunan PLTP. Unit Ulumbu 5-6 Poco Leok.

Menurut Cornelis, kehadiran TNI-Polri sebagai pengayom masyarakat masih dalam batas wajar dan normal karena tidak bersenjata dan terus melakukan tindakan preventif atau preventif serta memberikan pengamanan.

Kehadiran TNI-Polri dalam pelaksanaan pengamanan saat identifikasi tanah di Metre, Poco Leok (1-2/10) masih dalam batas wajar dan normal, karena tidak membawa senjata, kata Cornelis.

Dijelaskannya, situasi di kawasan tersebut, warga yang ditolak dan bukan pemilik tanah, selalu melontarkan kata-kata kasar kepada pemilik tanah, aparat keamanan, dan tim pengembangan lahan Pemda Manggarai.

Aneh rasanya apa yang terjadi di Poco Leok, para pengunjuk rasa yang sebenarnya bukan pemilik tanah itu bersikeras menghentikan pembangunan proyek panas bumi, ujarnya.

Ia juga mengatakan, warga yang menolak tersebut melontarkan kata-kata tidak menyenangkan kepada petugas saat penerapan pengamanan.

“Saya melihat aparat keamanan tetap tidak terprovokasi dan profesional dalam melakukan pengamanan, meski kerap dianiaya oleh warga yang seharusnya tidak mempunyai hak sedikit pun atas tanah tersebut,” kata Cornelis.

Kehadiran TNI-Polri dalam penetapan pengamanan lahan untuk pembangunan proyek panas bumi di Poco Leok, kata Cornelis, untuk menjamin kedua belah pihak, baik pemilik tanah maupun non-pemilik tanah.

Sebab, jika TNI-POLRI tidak hadir di lapangan, maka akan terjadi konflik besar antara pemilik tanah dan non-pemilik tanah, kata Cornelis.

TNI-Polri, kata dia, tidak memiliki kepentingan institusional maupun pribadi terhadap proses keamanan di kawasan Poko Leok.

“Mereka datang ke lokasi bukan untuk mendukung kepalsuan, tapi untuk melindungi kedua belah pihak agar tidak terjadi konflik saat pengukuran tanah,” tutupnya.

Selain itu, kata dia, Cornelis menjelaskan polisi telah mengambil tindakan untuk mengamankan salah satu reporter media internet Floresa (Harry Cabot).

Menurutnya, seorang jurnalis wajib memiliki identitas dirinya dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, terutama di tempat konflik.

“Tentu saja polisi akan bertanya. “Penting untuk menunjukkan identitas Anda kepada sumber atau pihak lain, terutama ketika Anda meliput daerah yang bermasalah, karena ketika ada masalah, mereka wajib melindungi Anda,” ujarnya.

Ketika pihak berwenang menanyakan identitas Harry Cabot, apapun profesinya, dia wajib menunjukkan identitasnya, apalagi mengaku sebagai jurnalis.

Menurutnya, wajar jika saat itu polisi menangkap Herry Kabut yang mengaku sebagai informan tanpa mengungkap identitas pelapor kepada polisi.

“Kasus seperti itu adalah hal biasa dan normal ketika wajah-wajah baru ingin diidentifikasi di lapangan,” katanya.

Cornelis tetap mengatakan jurnalis harus punya identitas, kalau tidak punya identitas jurnalis berarti ilegal.

Wajar jika diasumsikan bahwa ini adalah salah satu kelompok yang sering melakukan provokasi dan pelecehan terhadap masyarakat Poco Leok, ujarnya.

Selain itu, menurutnya, UU Pers juga mengatur tata cara pemberitaan oleh jurnalis dengan kewajiban mematuhi kode etik jurnalistik dan kode etik jurnalis Indonesia.

“Misalnya seorang jurnalis harus menunjukkan identitasnya saat bertemu dengan narasumber. Berikutnya, jurnalis wajib melakukan investigasi dan verifikasi. Dan yang terpenting, objek berita yang ditulis harus dapat diverifikasi. “Konfirmasi sangat penting sebagai komitmen seorang jurnalis,” ujarnya.

Menurut Cornelis, berbagai media diciptakan untuk berpura-pura bahwa masyarakat Poco Leoc adalah pemilik lahan, sehingga menolak pengembangan panas bumi.

“Coba sebutkan nama pemilik tanah dan di mana letak tanahnya karena akan memberikan informasi palsu kepada masyarakat,” ujarnya.

Halaman berikutnya

Ia berharap semua pihak dapat berpikir positif untuk menciptakan perdamaian dan mendukung percepatan pembangunan daerah.

Halaman berikutnya



Sumber