Peluncuran buku ini mengungkap ironi mantan Menteri Perindustrian RI sebagai “penguasa” sawit

Rabu, 9 Oktober 2024 – 19:52 WIB

Jakarta, VIVA – Mantan Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Hussin mengungkap fenomena aneh Indonesia menguasai pasar produk sawit global. Meski berkuasa, Indonesia tidak bisa menentukan harga jual minyak sawitnya sendiri, dan ditentukan oleh negara lain.

Baca juga:

Pupuk Kaltim manfaatkan AI untuk menyempurnakan proses bisnis, berikut hasilnya

Menperin periode 2014-2016 menyampaikan, meski hilirisasi industri sawit berhasil meningkatkan nilai tambah hingga ratusan triliun rupee bagi perekonomian nasional, namun nyatanya industri sawit masih tertinggal jauh. pengaruh. tekanan, terutama dari luar negeri.

“Kelapa sawit ini produk usaha kita yang menguasai pasar dunia. Tapi sayang, harganya malah dikuasai orang lain, yakni di pusat Malaysia, dan di pusat negara lain,” kata Saleh di peluncuran bukunya yang berjudul “Penurunan Kelapa Sawit, Mencegah Perangkap Pendapatan Menengah”, di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Rabu, 9 Oktober 2024.

Baca juga:

Kapasitas lahan subur untuk tanaman pangan mencapai 1 juta hektar per tahun

Gambar perkebunan kelapa sawit.

“Aneh sekali. Kita menguasai produknya, tapi harganya ditentukan oleh orang lain,” ujarnya.

Baca juga:

Menteri Perindustrian Agus menegaskan iPhone 16 tidak akan dijual di Indonesia sampai Apple melakukannya.

Saleh mengungkapkan pada pertengahan tahun 2024, industri kelapa sawit Indonesia akan menyumbang devisa negara hingga Rp 161 triliun dan menyerap tenaga kerja hingga 20 juta orang.

Kita lihat sawit misalnya. Kalau produk perkebunan di Indonesia kita bisa menghemat sekitar Rp35 triliun dan defisit sekitar Rp161 triliun. Ini luar biasa, kata Saleh.

Hal itu diakui Saleh seiring dengan langkah penurunan emisi gas rumah kaca yang diakuinya sekitar 35 juta ton. Meski sawit menjadi satu-satunya komoditas asal Indonesia yang sukses di pasar dunia, Saleh pun mengaku menyayangkan harga sawit Indonesia masih ditentukan oleh negara lain.

Di sisi lain, produk kelapa sawit Indonesia kerap mendapat opini negatif dari luar negeri, khususnya di Eropa. Produk pertanian Indonesia seolah-olah memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Faktanya, banyak negara di benua biru yang masih mengekspor produk olahan minyak sawit.

“Seperti Belanda, yang terkadang bersikap negatif kampanye dibandingkan produk sawit, namun sebenarnya mengekspor 1 juta ton produk sawit. Lalu dari mana produk tersebut berasal? Ya, sebelum Indonesia,” ujarnya.

Fenomena inilah yang disadari Saleh, yang mendorongnya meneliti industri kelapa sawit di Indonesia dan berbagai tantangan yang dihadapinya. Saleh kemudian memaparkan hasil penelitiannya dalam bukunya yang berjudul “Penurunan Minyak Sawit, Menghindari Perangkap Pendapatan Menengah” yang terbit hari ini.

Kami berharap dengan peluncuran buku ini dapat memberikan pemahaman kepada banyak pihak tentang kondisi industri kelapa sawit dalam negeri, sehingga kedepannya sektor agrobisnis dapat semakin berkembang dan menjadikan Indonesia keluar dari middle income trap yang namanya. negara maju.

“Dari situ akhirnya saya ingin memperdalam penelitiannya, sehingga selain menguasai produknya, kita juga perlu menentukan harganya, dan tentunya dengan cara yang berbeda-beda. Makanya kita buatkan bukunya, tapi tidak hanya di yang paling bawah, tapi kita mengada-ada, juga memanfaatkan tanaman agar masyarakat tahu tentang sawit secara umum,” ujarnya.

Halaman berikutnya

Saleh mengakui hal itu sebagai bagian dari langkah mengurangi emisi gas rumah kaca yang diakuinya sekitar 35 juta ton. Meski sawit menjadi satu-satunya komoditas asal Indonesia yang sukses di pasar dunia, Saleh pun mengaku menyayangkan harga sawit Indonesia masih ditentukan oleh negara lain.

Berjuang dan Menyerah, Kisah Dibalik Lagu Keterpaksaan karya Brenda Ivabelle



Sumber