Pekerja tembakau di Kementerian Kesehatan berpendapat, apakah rencana pengaturan kemasan rokok tak berlabel hanya sekedar uji gelombang?

Sabtu, 12 Oktober 2024 – 04:13 WIB

Jakarta, VIVA- Federasi Serikat Pekerja Pekerja Tembakau Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) menggelar aksi unjuk rasa di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kamis (10/9/2024). Demonstrasi ini merupakan dampak dari rencana kebijakan pengemasan rokok biasa tanpa label dalam Proyek Menteri Kesehatan (RPMK) dan beberapa waktu lalu terbitnya PP Nomor 28 Tahun 2024.

Baca juga:

Bea dan Cukai Quds mengambil tindakan untuk mengangkut 431.400 batang rokok ilegal

Berdasarkan pantauan di lapangan, massa aksi tiba di kantor Kementerian Kesehatan pada pukul 11.00 WIB. Dalam aksi unjuk rasa tersebut, para pengunjuk rasa membawa sejumlah plakat dan spanduk berisi tuntutan mereka, antara lain “Penolakan aturan kemasan polos”, “Pencabutan pasal PP 28/2024 tentang kesehatan” dan “Penolakan Peraturan Menteri Kesehatan sebagai peraturan turunan” yang mengancam kelangsungan industri.” pekerja”.

Ketua Umum PP FSP RTMM SPSI Sudarto AS mengungkapkan, aksi demonstrasi ini merupakan langkah kesepuluh yang dilakukan pihaknya dalam memperjuangkan hak-haknya sebagai pekerja yang kehilangan nyawa akibat pasal pembatasan yang digagas Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. melalui PP 28/ telah ditetapkan. 2024 dan Proyek Menteri Kesehatan.

Baca juga:

Bea dan Cukai Kudus menyita 166.050 batang rokok biasa

Sudarto mengatakan, pihaknya telah mengirimkan beberapa surat dan mengundang para pendengarnya ke Kementerian Kesehatan. Namun upaya dialog yang diusulkan tidak pernah mendapat tanggapan dari Kementerian Kesehatan. Oleh karena itu, hari ini mereka turun ke jalan bersama ribuan buruh tembakau dan buruh yang tergabung dalam RTMM SPSI.

“Kita sudah kirim surat ke Kemenkes, tapi tidak sampai, kedua, kita coba berkali-kali, tapi tidak dibalas, ketiga, kita minta audiensi ke pemerintah, tapi masih belum juga datang. Jadi tenaga kerja kita berangkat ke Jakarta,” ujarnya.

Baca juga:

Tak main-main, pekerja sahabat Andra Soni-Dimyati itu menargetkan 2 juta suara.

Sudarto mengatakan PP 28/2024 merupakan kebijakan yang mengancam industri tembakau dan usaha masyarakat terkait. Sebab, industri rokok saat ini sedang banyak tekanan. Lebih lanjut, Sudarto mengatakan aturan tersebut memuat aturan bungkus rokok polos tanpa label yang dikembangkan melalui RPMK yang sarat akan pelanggaran.

Ia mengatakan aturan ini akan berdampak pada menjamurnya produk tembakau ilegal yang beredar di masyarakat. Hal ini berdampak pada berkurangnya pendapatan negara akibat bea cukai hasil tembakau. Dampaknya juga mencakup ancaman terhadap keberadaan lapangan kerja yang sebelumnya ada di industri tembakau.

“Jadi peraturannya menyulitkan pekerja, sekaligus sulitnya lapangan kerja. Kedua, membuat harga rokok semakin mahal karena cukai setiap tahun naik, produksi harus dibatasi, penjualan dibatasi, yang akhirnya rokok ilegal. diciptakan.” katanya.

Setelah beberapa jam menyuarakan mimpinya di Jalan Rasuna Said, akhirnya Kementerian Kesehatan yang diwakili oleh Satgas Pengendalian Tembakau Kementerian Kesehatan RI Benget Saragih, di tengah massa, hadir di ruang terbuka Benguet mengatakan, pihaknya akan melibatkan buruh dalam pengembangan proyek RPMK, khususnya terkait kebijakan bungkus rokok polos dan tanpa label.

“Terima kasih kawan-kawan, sesuai kesepakatan bersama. Kami sangat menerima mimpi itu dan melibatkan bapak dan ibu dalam persiapan RPMC yang akan berdampak pada buruh pak. Kita wujudkan bersama-sama, ini bukan janji, tapi kami akan menyampaikan di luar itu,” ujarnya.

Dari hasil pertemuan tersebut, Sudarto mengatakan, aturan kemasan rokok polos tanpa label merupakan peraturan yang akan melihat reaksi masyarakat dan industri rokok itu sendiri. Zonasi yang melarang penjualan dan promosi rokok masih akan terus diperdebatkan.

“Dulu soal kemasan sederhana sudah tidak lagi, mereka sudah bilang tidak pak, kami sedang memikirkannya juga pak, hanya mengecek ombak saja katanya. Ada beberapa hal yang juga diakui, seperti larangan regional terhadap penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter. Ini akan kita bahas nanti. Yang penting kita terlibat,” pungkas Sudarto.

Halaman berikutnya

Ia mengatakan aturan ini akan berdampak pada menjamurnya produk tembakau ilegal yang beredar di masyarakat. Hal ini berdampak pada berkurangnya pendapatan negara akibat bea cukai hasil tembakau. Dampaknya juga mencakup ancaman terhadap keberadaan lapangan kerja yang sebelumnya ada di industri tembakau.



Sumber