Buruh menyampaikan ketentuan ini tegas mengakhiri IHT nasional

Selasa, 15 Oktober 2024 – 23:47 WIB

Jakarta – Gelombang protes terhadap pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2024 tentang pemberlakuan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Keamanan Produk Tembakau dan Produk Elektronik. rokok untuk industri tembakau terus berlanjut. bangun.

Baca juga:

Bahlil mencabut izin 12 perusahaan pengguna gas murah, cek daftarnya

Ketua Umum PP FSP RTMM-SPSI Sudarto AS mengatakan, aturan tersebut justru bisa mematikan keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT) nasional. Selain itu, saat ini terdapat 143.000 anggota FSP RTMM-SPSI yang terafiliasi di sektor IHT sebagai pekerja produktif.

Kebijakan ini jelas akan mematikan industri tembakau nasional. Ada kurang lebih 226.000 pekerja yang tergabung dalam organisasi di industri terkait yang akan terkena dampak ketentuan ini, kata Sudarto dalam keterangannya, Selasa, 14 Oktober 2024.

Baca juga:

Fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kerja sama antara Indonesia dan Jerman di berbagai sektor, ALGERINA mengumumkan

Dana dialokasikan setiap tahunnya untuk Penerimaan Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT).

Ia juga menyayangkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang tidak pernah melibatkan RTMM-SPSI dalam pembahasan pasal tembakau di RPP Kesehatan. Padahal, produk tembakau merupakan produk legal yang diakui negara.

Baca juga:

IFS dan XAPIENS sedang mengembangkan AI untuk membantu industri pertambangan meningkatkan efisiensi

“Dan sektor IHT juga menjadi sumber pendapatan negara yang sangat besar dan menarik jutaan pekerja,” ujarnya.

Untuk itu, dia meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengadopsi aturan produk tembakau dari RPP Kesehatan. Menurut dia, pelarangan banyak produk tembakau di LLC “Tandrusti” dinilai merupakan pengkhianatan terhadap amanat Undang-Undang “Tentang Kesehatan” yang tidak melarang sama sekali produk tembakau.

Sudarto menilai regulasi produk yang ada, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012), mengatur secara komprehensif mengenai pengendalian produk tembakau. “Implementasi ketentuan tersebut harus dilindungi dan diperkuat, bukan diganti tanpa evaluasi menyeluruh,” ujarnya.

Peneliti Institute of Economic Development and Finance (INDEF) Tawheed Ahmad pun mengutarakan pendapatnya mengenai hal tersebut. Ia menilai kebijakan terkait industri rokok mempunyai potensi terkait dengan ketentuan yang disebutkan dalam PP 28/2024 dan RPMK, yakni kemasan rokok polos tanpa label, larangan penjualan di sekitar satuan pendidikan dan taman bermain anak, serta pembatasan aktivitas di luar ruangan. periklanan. mempunyai dampak ekonomi yang besar.

Menurut dia, jika ketentuan ini diterapkan maka dampak ekonomi yang hilang akan mencapai Rp308 triliun atau setara 1,5 persen PDB. Selain itu, dampaknya terhadap penerimaan pajak mencapai Rp160,6 triliun atau setara dengan 7 persen dari total penerimaan pajak nasional.

“Kebijakan ini juga berpotensi berdampak pada sekitar 2,3 juta pekerja industri tembakau (IHT) dan sektor turunannya, atau 1,6 persen dari total penduduk bekerja,” ujarnya.

Tawhid menjelaskan, kebijakan PP 28/2024 dan RPMK hendaknya melibatkan setiap pihak dalam ekosistem industri hasil tembakau (IHT), tidak hanya badan usaha, tetapi juga kementerian dan lembaga terkait.

Warga menjemur tembakau di Desa Tuksongo, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah

Warga menjemur tembakau di Desa Tuksongo, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah

Foto:

  • ANTARA FOTO/Anis Efizudin

Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki ekosistem IHT yang kompleks dan berbeda dengan negara-negara lain yang telah meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) karena negara-negara tersebut bukan merupakan negara penghasil tembakau atau produk tembakau dan memiliki kontribusi pajak rokok yang relatif rendah.

Tauhid mengungkapkan, pihaknya (Indef) merekomendasikan pemerintah untuk merevisi PP 28/2024 dan membatalkan RPMK. Terutama pada pasal-pasal yang mempunyai kemungkinan berdampak negatif terhadap pendapatan negara dan perekonomian.

Selain itu, Indef juga menggalakkan dialog antar kementerian dan lembaga (K/L) yang fokus pada IHT, seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Kementerian Tenaga Kerja. , Kementerian Tenaga Kerja, Kesehatan dan Kementerian Pertanian.

Halaman selanjutnya

Sudarto menilai regulasi produk yang ada, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012), mengatur secara komprehensif mengenai pengendalian produk tembakau. “Implementasi ketentuan tersebut harus dilindungi dan diperkuat, bukan diganti tanpa evaluasi menyeluruh,” ujarnya.

Halaman selanjutnya



Sumber