Yakinlah BPA dalam air minum kemasan tidak berbahaya dokter: masih jauh dari batas aman BPOM

Sabtu, 19 Oktober 2024 – 00:53 WIB

Jakarta – Ahli gizi klinis Karin Viradarma M. Gizi, SpGK memastikan air minum dari wadah galon polikarbonat tidak berdampak buruk bagi kesehatan. Ia menyoroti rumor berikut tentang bahaya air minum dari galon daur ulang akibat paparan bisphenol A (BPA).

Baca juga:

Taruna berjanji akan memastikan bahwa DNA Care Skincare telah dibatalkan oleh BPOM karena klaim yang berlebihan.

“BPA itu sendiri berbahaya, tapi kalau dijadikan plastik aman karena sudah melalui serangkaian proses agar lebih stabil,” kata dr Karin Wiradharma dalam podcast di media sosial, dikutip Sabtu 19 . Gulir ke bawah untuk detail selengkapnya!

Ia menegaskan, air minum dari botol galon bekas masih sangat aman untuk diminum. Lanjutnya, kalaupun BPA masuk ke dalam tubuh, 90 persennya didetoksifikasi oleh hati, berubah menjadi bahan tidak aktif dan tidak berbahaya untuk dikeluarkan melalui urin atau feses.

Baca juga:

Kadet Sumpah Kobar, Deddy Corbusier Tegaskan BPOM Butuh Uang untuk Keluarkan Izin Edar Narkoba

Nah, sisa 10 persen yang aktif di dalam tubuh, menurut penelitian masih dalam kadar aman, ujarnya.

Baca juga:

Benarkah BPA bisa menyebabkan bayi lahir prematur? Berikut penjelasan dokter kandungan

Dokter lulusan Universitas Indonesia ini mengungkapkan, BPA tidak hanya terdapat pada galon saja. Ia mengatakan, bahan tersebut juga terdapat pada kemasan makanan dan minuman lainnya, seperti kaleng, kertas thermal atau kertas untuk mencetak uang kertas dan sejenisnya, serta barang elektronik.

BPA adalah prekursor yang digunakan dalam formulasi plastik polikarbonat. Lanjutnya, BPA digunakan karena tahan terhadap panas, asam, dan minyak serta bersifat transparan sehingga dipilih untuk kemasan pangan.

Oleh karena itu, BPA sangat bermanfaat dalam kehidupan kita sehari-hari dan biasa digunakan sebagai galon atau sebagai bahan wadah makanan dan minuman, ujarnya.

Ia menyayangkan adanya permasalahan bias di media multiplatform yang menyudutkan penggunaan BPA untuk kemasan galon. Menurut dia, persoalan yang tidak beres ini harus diperbaiki dan dicegah agar tidak meresahkan dan menyusahkan masyarakat.

Dr Karin juga meminta masyarakat berhati-hati dalam mencerna informasi terkait BPA. Masyarakat diminta lebih berhati-hati dan tidak menelan mentah-mentah informasi dari satu sumber sehingga harus mencari lebih jauh.

Ia mencontohkan buku berjudul “Kita harus setia pada sains, kita harus mereview jurnal ilmiah dan tidak hanya menggunakan media sosial yang sumbernya bisa dipertanyakan.” Bagaimana memahami informasi BPA dengan benar diterbitkan oleh Ikatan Dokter Indonesia (Primkop IDI).

Dampak BPA pada kemasan pangan diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 20 Tahun 2019. Dr Karin mengatakan, paparan BPA saat ini berada di bawah batas yang ditetapkan BPOM, yakni 0,6 mg/kg.

Oleh karena itu, jika kita berpindah dari wadah ke makanan dan minuman dan memeriksa kandungan BPA di dalam tubuh, masih jauh dari batas aman yang ditetapkan BPOM, ujarnya.

Pakar IDI Research Institute Dr Adityavarman Lubis sebelumnya membantah BPA dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Ia menjelaskan, berbagai penelitian yang ada mengenai efek BPA terhadap kesehatan manusia belum lengkap sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.

Sebab, dia meminta masyarakat tidak mudah terpengaruh dengan informasi yang tidak jelas mengenai dampak BPA pada kemasan makanan. Dia meminta masyarakat merujuk permasalahan tersebut kepada pakar industrinya mengenai batas aman dan standar kepatuhan kemasan produk, termasuk BPOM.

“Kalau bukti ilmiahnya belum cukup, maka lebih bijak mengambil kesimpulan. Percayakan pada yang ahli di bidangnya,” ujarnya.

Halaman selanjutnya

Oleh karena itu, BPA sangat bermanfaat dalam kehidupan kita sehari-hari dan biasa digunakan sebagai galon atau sebagai bahan wadah makanan dan minuman, ujarnya.

Halaman selanjutnya



Sumber