Prabowo-Gibran diminta fokus memerangi kemiskinan dan mengimpor pangan serta listrik

Sabtu, 19 Oktober 2024 – 23:55 WIB

Jakarta – Presiden terpilih Prabowo Subianto telah memberikan masukan mengenai cara mengentaskan kemiskinan dan kesenjangan sosial, sehingga menjadikannya sebagai agenda utama pemerintahannya.

Baca juga:

Sebelum acara pelantikan, Prabowo mengucapkan terima kasih kepada seluruh presiden mulai dari Soekarno hingga Jokowi

Said Abdullah, anggota DPR dari PDI Perjuangan, mengatakan selama sepuluh tahun terakhir, laju pengentasan kemiskinan dan kesenjangan sosial tidak progresif.

“Pada tahun 2014, angka kemiskinan mencapai 10,96 persen, pada bulan Maret 2024, jumlah penduduk miskin mencapai 9,03 persen. Dalam kurun waktu 10 tahun, angka kemiskinan hanya turun sebesar 1,93 persen. Selain itu, dengan menurunnya jumlah kelas menengah, kita menghadapi 9 juta orang. masyarakat,” kata Said dalam keterangannya, Sabtu, 19 Oktober 2024.

Baca juga:

Tabel 27 Stasiun KA dialihkan ke Stasiun Jatinegara saat pembukaan jalur Prabowo-Gibran

Ia menambahkan, pada tahun 2014 tingkat ketimpangan sosial (rasio Gini) mencapai 0,414, dan pada Maret 2024 turun menjadi 0,379 atau 0,035. Oleh karena itu, Presiden Prabowo hendaknya memberikan perhatian lebih terhadap pengentasan kemiskinan dan kesenjangan sosial dengan pengorganisasian kebijakan yang komprehensif.

“Mulai dari pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, sanitasi, perumahan, dan lapangan kerja,” ujarnya.

Baca juga:

Wakil Presiden Vietnam dan China datang ke Indonesia untuk menghadiri upacara pembukaan Prabowo-Gibran.

Kemudian Said menyarankan agar Presiden Prabowo memberikan perhatian besar terhadap peningkatan personel, khususnya di bidang pendidikan. Karena pada tahun 2003 anggaran wajib belajar menyumbang 20 persen belanja pemerintah, saat ini mayoritas angkatan kerja berjumlah 149 juta orang, 54 persen di antaranya masih hanya lulusan SMA atau kurang.

“Akibatnya, kita tidak bisa menggunakan bonus demografi untuk menstimulasi lompatan perekonomian nasional dari negara berpendapatan menengah ke negara berpendapatan tinggi, apalagi mengubahnya menjadi negara berpendapatan tinggi.” negara berpendapatan tinggiKata Kata.

Ia menambahkan, selama 10 tahun terakhir, Indonesia belum mampu menghilangkan ketergantungan terhadap impor pangan dan energi. Padahal, keduanya merupakan hal utama yang menyangkut stabilitas dan kemandirian bangsa dan negara.

Pada periode 2014-2023, defisit perdagangan internasional sektor pertanian sangat besar. Ekspor sektor pertanian Indonesia mencapai 61,4 miliar dolar, impor mencapai 98,46 miliar dolar, dan defisit mencapai 37,4 miliar dolar. Dengan nilai tukar Rp 15.400 per dolar AS, nilai impor produk pertanian Indonesia mencapai Rp 569,8 triliun.

Kemudian pada tahun 2014-2023, impor migas mencapai angka yang fantastis yaitu 278,5 miliar dolar. Dengan nilai tukar Rp 15.400 per dolar AS, nilai impor migas dalam 9 tahun terakhir mencapai Rp 4.288,9 triliun.

“Menghadapi permasalahan ini tidaklah mudah, karena harus mencakup berbagai kepentingan ekonomi dan politik nasional dan internasional. Dan ini yang menjadi tantangan Presiden Prabowo ke depan. Selamat jalan Presiden Prabowo,” ujarnya.

Halaman berikutnya

Ia menambahkan, selama 10 tahun terakhir, Indonesia belum mampu menghilangkan ketergantungan terhadap impor pangan dan energi. Padahal, keduanya merupakan hal utama yang menyangkut stabilitas dan kemandirian bangsa dan negara.



Sumber