Kontroversi PP 28/2024 dan RPMK, APTI: Bukan Mengendalikan, Tapi Membunuh Petani Tembakau

Selasa, 22 Oktober 2024 – 03:24 WIB

Jakarta, VIVA- Petani di Jateng menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang mendorong rokok kemasan polos tanpa label sudah tidak lagi dijadikan sebagai alat pengendalian produk tembakau. tapi sebagai cara untuk membunuh tembakau. industri dan petani.

Baca juga:

Apindo mengamini penolakan aturan kemasan rokok biasa dan daerah, kerugiannya bisa mencapai ratusan triliun

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Wisnu Brata mengkritisi kebijakan daerah penjualan dan promosi produk tembakau dalam PP 28/2024, serta kebijakan pengemasan rokok biasa tanpa merek di RPMK yang dianggapnya tidak sejalan. zat pengendali produk tembakau.

“Ini adalah kebijakan yang semangatnya mematikan industri tembakau dan ekosistem di dalamnya, termasuk para petani, agar tidak bisa dikendalikan lagi,” ujarnya kepada media.

Baca juga:

Pada saat yang sama, petani gabah menolak kemasan polos tanpa label

Wisnu menjelaskan, kebijakan tersebut tidak sesuai dengan kondisi Indonesia yang merupakan negara penghasil tembakau, berbeda dengan Australia yang tidak memiliki perkebunan tembakau. Yang mengejutkan, Australia justru menjadi negara acuan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam mengadopsi peraturan tersebut.

Baca juga:

Hilangnya Barang Bea dan Cukai Akibat Aksi Senilai Rp4,3 Miliar di Bali

“Kita berbeda dengan Australia. Karena Australia bukan produsen tembakau. Misalnya di Amerika, Jepang, beberapa negara Amerika Latin yang semuanya negara produsen tidak pernah menerapkan kebijakan rokok kemasan polos tanpa label,” dia menekankan. .

Wisnu heran dengan Kementerian Kesehatan yang membuat aturan tersebut. Sebab, kata Wisnu, kebijakan tersebut berdampak besar terhadap ekosistem industri tembakau, khususnya terhadap keberlangsungan petani.

“Saat ini Australia menjadi salah satu rujukan produksi RPMK, karena mereka hanya sebagai pasar (bukan produsen produk tembakau). Beda kalau misalnya wine dibuat dalam kemasan sederhana, Australia pasti teriak, karena negaranya produsen wine,” imbuhnya.

Hal ini terkait dengan industri rokok yang merupakan salah satu penyumbang penerimaan pemerintah melalui cukai terbesar. Tak hanya itu, menurutnya, industri tembakau nasional telah menciptakan banyak lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.

Apalagi, kata Wisnu, tanaman tembakau saat ini menjadi komoditas tanaman pangan yang lebih tersebar luas dan memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan komoditas lainnya. Misalnya, harga beras sekarang sedang rendah. Jagung sama, komoditas lain juga sama. Yang tersisa sekarang adalah tembakau, jelasnya.

Visnu menegaskan, sektor tembakau harus dilindungi pemerintah karena tembakau merupakan salah satu komoditas strategis nasional yang sudah lama dicanangkan pemerintah, bukan malah menyudutkan bahkan menghancurkan industri tembakau itu sendiri melalui aturan yang bersifat restriktif. dalam PP 28/2024 dan RPMK.

“Sebenarnya yang dilarang itu bukan budidaya tembakau. Tapi yang jadi pertanyaan selama ini tembakau hanya diserap oleh industri saja, karena belum ada sektor besar lain yang seperti industri rokok. Kalau sekarang industri rokok dimatikan. beberapa peraturan yang menurut saya sudah keterlaluan, “Dan peraturan yang menindaslah yang membuat petani sejahtera.

Halaman berikutnya

“Saat ini Australia menjadi salah satu rujukan produksi RPMK, karena mereka hanya sebagai pasar (bukan produsen produk tembakau). Beda kalau misalnya wine dibuat dalam kemasan sederhana, Australia pasti teriak, karena negara penghasil wine,” imbuhnya.



Sumber