Jumat, 1 November 2024 – 16:08 WIB
Jakarta – Wakil Ketua DPR RI Adis Kadir atas perintah Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta DPR menyusun undang-undang ketenagakerjaan baru dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penciptaan Lapangan Kerja. Terkait permasalahan tersebut, Adis mengatakan pihaknya akan membahasnya bersama dengan pemerintah.
Baca juga:
MK meminta DPR memisahkan UU Ketenagakerjaan baru dengan UU Cipta Kerja
“Kalau soal legislasi itu kesepakatan antara pemerintah dan DPR. Jadi harus ada pembahasan antara pemerintah dan DPR dulu, ada kajian ilmiah dan lain-lain,” kata Adis kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat 1 November 2024.
Baca juga:
Mahkamah Konstitusi menegaskan jangka waktu PKWT tidak lebih dari 5 tahun
Lanjut Adies, penerapan undang-undang baru juga harus disesuaikan dengan tujuan pemerintahan selanjutnya. Apakah sejalan dengan visi dan misi Presiden RI Prabowo Subianto atau tidak.
Tapi kita lihat juga konteksnya dan apa yang harus kita undang-undangkan, apa tujuan yang ingin dicapai, kan? Sesuai program baru pemerintahan Pak Prabowo Subianto atau tidak, ujarnya.
Baca juga:
DPR meminta Badan Pangan Nasional memantau ketat distribusi pangan bergizi
Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi (CJC) memutuskan mengabulkan sebagian gugatan Partai Buruh terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker). Mahkamah Konstitusi meminta pembentuk undang-undang, termasuk DPR RI, memisahkan undang-undang baru tersebut dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Ciptaker.
Dalam permohonannya, Partai Buruh menguji Pasal 71 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Ciptaker.
Sedangkan permasalahan yang diangkat Partai Buruh dan serikat pekerja adalah terkait dengan tenaga kerja asing (TKA), perjanjian kerja waktu tetap (PKWT) bagi pekerja kontrak, pekerja alih daya atau outsourcing, cuti, upah, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tanggungan. saat meninggalkan pekerjaan. masalah pembayaran.
“Pembentuk undang-undang akan segera menyusun UU Ketenagakerjaan yang baru dan memisahkan atau menghapusnya dari apa yang diatur dalam UU 6/2023. Dengan undang-undang baru ini, permasalahan ancaman inkonsistensi dan harmonisasi materi/pasal UU Ketenagakerjaan dapat teratasi. dan disesuaikan kembali serta segera diselesaikan,” kata hakim Mahkamah Konstitusi Annie Nurbaningsih dalam sidang, Jumat, 1 November 2024.
Mahkamah Konstitusi memberi waktu maksimal dua tahun kepada anggota parlemen untuk menyelesaikan undang-undang ketenagakerjaan yang baru. Mahkamah Konstitusi juga mengingatkan agar penyusunan undang-undang ini harus melibatkan partisipasi aktif serikat pekerja dan pekerja.
Mahkamah Konstitusi menjelaskan, revitalisasi undang-undang ketenagakerjaan yang baru diperlukan karena undang-undang ketenagakerjaan yang lama sudah tidak berlaku lagi. Sebab, sebagian substansi atau substansi UU Ketenagakerjaan telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi pada kasus-kasus pengujian substantif sebelumnya.
Selain itu, sebenarnya UU Ketenagakerjaan telah diubah dengan “UU Pendirian Tempat”. Namun menurut Mahkamah Konstitusi, tidak seluruh materi atau substansi UU Ketenagakerjaan diubah oleh pembentuk undang-undang.
Mahkamah Konstitusi juga meminta agar UU Ketenagakerjaan yang baru memuat muatan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Kependudukan dan UU Cipta Kerja, serta isi dan semangat sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi. tentang lapangan kerja penduduk.
Halaman berikutnya
“Pembentuk undang-undang akan segera menyusun UU Ketenagakerjaan yang baru dan memisahkan atau menghapusnya dari apa yang diatur dalam UU 6/2023. Dengan undang-undang baru ini, permasalahan ancaman inkonsistensi dan harmonisasi materi/pasal UU Ketenagakerjaan dapat teratasi. dan disesuaikan kembali serta segera diselesaikan,” kata hakim Mahkamah Konstitusi Annie Nurbaningsih dalam sidang, Jumat, 1 November 2024.