Yayasan Trisakti, Dirjen AHU Kementerian Hukum menjadi sorotan

Jakarta – Direktur Jenderal Kantor Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum Kahyo Rahadian Muhzar diyakini tidak mempersulit Yayasan Trisakti yang dipimpin Profesor Dr. Anak Agung Gde Agung untuk memperbarui informasi. pada badan hukum. Sistem Administrasi Kementerian Perundang-undangan Republik Indonesia.

Baca juga:

Kontroversi Dana Amal Novi: Pakar hukum menyoroti pendekatan provokatif yang dilakukan Agus

Tujuannya untuk memastikan seluruh kegiatan berlangsung di kampus Universitas Trisakti dan juga sebelum Yayasan Trisakti dijarah oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Apalagi, pada saat yang sama Mahkamah Agung memutuskan di pengadilan bahwa Yayasan Trisakti berhak mengelola Universitas Trisakti.

Demikian pernyataan Nugraha Bratakusuma, penasihat hukum pendiri Yayasan Trisakti, kepada wartawan di kantornya di kawasan Melawa, Jakarta Selatan.

Baca juga:

Jumlah korban maksiat di Panti Asuhan Tangerang bertambah menjadi 8 orang

Nugraha menjelaskan, permasalahan akses terhadap sistem pengelolaan badan hukum yang seharusnya tersedia bagi seluruh notaris, kemungkinan besar bukan merupakan suatu kesengajaan. Sebab, ada notaris tertentu yang ternyata leluasa mengunggah dan menginstal informasi dalam sistem administrasi di Direktorat Jenderal AHU Kementerian Hukum.

Baca juga:

Polisi telah menetapkan 3 tersangka dalam kasus perbuatan tidak senonoh di Panti Asuhan Tangerang

“Dalam temuan saya, Notaris Andi Sona Ramadhini mengubah keterangannya, yaitu UU 22 Tahun 2005 diganti dengan UU 03 Tahun 2023,” ujarnya.

Sedangkan ketika dia mencoba login dan mengubah informasi, diblokir. Artinya notaris tersebut mempunyai kekebalan hukum.

Menutup SABH (sistem pengurus badan hukum) justru akan melumpuhkan operasional yayasan, karena tanpa SABH yayasan tidak dapat melakukan perbuatan hukum seperti mengangkat pejabat universitas, membuat program akademik baru, bahkan membuka rekening bank.

Nugraha menyarankan siapa pun untuk memeriksa informasi di AHU Kementerian Hukum untuk memastikan aksesnya telah diblokir.

“Bahkan notaris pun tidak bisa mengaksesnya. Seharusnya setiap notaris mengecek secara online, tapi ternyata tidak bisa. Untungnya, saya memeriksanya setiap hari saat itu. Akhirnya suatu hari saya bisa login. Entah kenapa, mungkin mereka sedang melakukan suatu aktivitas, dibuka dan saya bisa mendownloadnya, namanya profil yayasan. Garis resmi Dirjen AHU menunjukkan UU kita tahun 2005 tiba-tiba diubah menjadi Ded 2023 dimana nama Anak Agung, Hari Tien Silalahi dan lain-lain diubah oleh pejabat pemerintah. “Jadi, saat saya sidang, saya mendapat bukti bahwa dokumen itu berdasarkan Perintah Menteri 330,” ujarnya.

Permasalahan yang ada saat ini, lanjut Nugraha, berdasarkan putusan pengadilan tingkat 1, 2, dan 3, telah dicabut perintah dari 330 menteri. “Artinya dokumen tersebut tidak sah. “Sebaiknya Dirjen AHU mencabut UU tersebut karena dibuat berdasarkan perintah menteri yang dibatalkan Mahkamah Agung,” ujarnya.

Ia pun mempertanyakan alasan Dirjen AHU tidak membatalkan dokumen tersebut. Meski Nugraha beberapa kali mengirimkan surat, namun tak kunjung dibalas. Yang namanya Kahyo Rahadian Mukhzar ternyata ada dari hasil pemeriksaan Nugraha, terlihat dari Perintah Menteri ke-330.

“Kahyo ditunjuk oleh Nadiem Makarim sebagai pengurus Yayasan, lalu di dokumen tahun 2023 juga tercantum nama Kahyo, lalu di profil yayasan juga tercantum nama Kahyo. Pertanyaannya, siapakah Kahyo ini? bahwa Kahyo adalah direkturnya. Dia bekerja sebagai manajer umum AHU. Oleh karena itu, dia menyerahkan diri. Dia menjadi supervisor dan kemudian mengundurkan diri ke AHU yang menjabat sebagai direktur jenderal.

Nugraha tentu akan terkejut melihat cara kerja Dirjen AHU, karena cara yang ditunjukkan jauh dari kebenaran dan keadilan.

“Saya tidak perlu bilang Cahyo melawan hukum, karena warga kita pintar. Yang jelas tidak ada ketentuan hukum yang mengatakan bahwa Pembina Dana atas perintah Menteri bisa ditunjuk. bahwa mereka menetapkan aturannya sendiri. Meski secara struktural UU tersebut berada di atas perintah Menteri. Meski kedudukannya berada dalam UU dan kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung, seharusnya dokumen itu otomatis dibatalkan. Dan Cahyo adalah penjaga gerbang untuk memeriksa dan memeriksa apakah ini benar atau salah, melanggar hukum atau tidak, namun dia tidak menjalankan tugasnya dengan baik. “Bahkan ketika sudah ada keputusan pengadilan, dia tidak melakukan perubahan apa pun.

Nugraha masih bisa memaklumi sikap Dirjen AHU saat belum ada keputusan pengadilan, karena yang menjadi dasarnya adalah perintah menteri. Namun, kini bukti telah berubah bahwa basis yang mereka gunakan sebenarnya ilegal dan harus dihapuskan.

“Nah, tadi kalau tidak ada perintah pengadilan, Kahyo bisa saja berlindung di bawah perintah menteri 330, tapi sekarang perintah menteri itu tidak berlaku, kenapa dia tidak menjalankan tugas sesuai tugasnya. Seharusnya Kahyo mengembalikan undang-undang tahun 2005 itu. bahwa hukumnya dilanggar, Keputusan Menterinya tidak sah, lalu apa? “Ini jelas konflik hukum,” ujarnya heran.

Nugraha menjelaskan, SABH merupakan suatu sistem yang dapat dibuka oleh notaris yang dapat mengubah suatu perseroan atau akta pendirian. Notaris dapat melakukan perubahan SABH. Apabila SABH dikunci maka notaris tidak dapat melakukan perubahan. Yang berwenang membuka atau menutup gembok adalah Direktur Jenderal AHU. Kemudian dia bisa mengubah aktanya, sedangkan akta Yayasan Trisakti tidak akan pernah dibuka.

Mereka menyebut Nugraha menggunakan jasa notaris Andi Sonia Ramadini. “Notaris ini sangat berkuasa. Dia bisa membuka SABH yang tertutup lalu mengubahnya menjadi Ded 03 dan sekarang akan terjadi perubahan lagi pada Deck. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi menjadi Ketua Dewan Pendiri, dan kemudian mantan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi menjadi anggota Direksi. Jadi bisa dikatakan ini adalah perjanjian antara notaris, Dirut AHU dan para pemeriksa yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Mereka sepakat untuk mengubah dokumen tersebut. “Itu jelas melanggar aturan,” katanya.

Nugraha mengatakan, krisis di Yayasan Trisakti sebenarnya sudah lama teratasi. Namun banyak pihak yang menganggap kisruh di Yayasan Trisakti belum selesai, padahal belum. Sebenarnya sempat terjadi perselisihan antara Yayasan Trisakti dengan Rektor Universitas Trisakti Tobi Mutis, namun dapat diselesaikan dan sejak saat itu Yayasan Trisakti dapat beraktivitas normal dengan baik dan lancar.

“Kiamat buatan” terjadi ketika Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim tiba-tiba mengeluarkan Keputusan No. 330/P/2022 tanggal 24 Agustus 2022 yang intinya mendukung Yayasan Trisakti yang sudah berdiri sejak lama.

Ketua Dewan Pembina Yayasan Trisakti Anak Agung Gde Agung mengatakan, Keputusan Menteri tersebut tidak boleh diterbitkan karena Yayasan Trisakti merupakan badan hukum perdata yang didirikan sejak tahun 1966 berdasarkan keterangan badan hukum. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dikatakan bahwa perguruan tinggi swasta hanya dapat dikelola dan dipromosikan oleh yayasan itu sendiri.

Anak Agung Gde Agung mengatakan: “Sekali lagi ini melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa pemerintah tidak boleh ikut campur dalam urusan badan hukum swasta atau perguruan tinggi swasta. Ini benar-benar pelanggaran yang sangat radikal menurut saya.”

Untuk membuktikan kebenaran pendapat Anak Agung, pihaknya menggugat PTUN Jakarta. Dari tingkat PTUN, PT TUN dan Mahkamah Konstitusi dimenangkan oleh Yayasan Trisakti.

Keputusan tersebut bersifat final dan final, bahkan pemerintah tidak bisa melakukan uji materiil di bawah uji materiil Mahkamah Konstitusi. Pengadilan mengarahkan Menteri untuk segera mencabut Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, memulihkan nama baik Profesor Anak Agung Gde Agung, dan menyatakan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 330 batal demi hukum.

Lalu apa alasan lain yang membuat Kahyo Rahadian Muzhar menghentikan aksi Yayasan Trisakti?, pungkas Nugraha.

Halaman selanjutnya

Menutup SABH (sistem pengurus badan hukum) justru akan melumpuhkan operasional yayasan, karena tanpa SABH yayasan tidak dapat melakukan perbuatan hukum seperti mengangkat pejabat universitas, membuat program akademik baru, bahkan membuka rekening bank.

Alasan Hernando dan Asnawi tidak diundang ke timnas Indonesia bersama Jepang dan Arab Saudi



Sumber