Kamis, 7 November 2024 – 18:44 WIB
Jakarta – Forum Politisi Muda Indonesia (FPMI) mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi (KC) untuk menguji UU MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3).
Baca juga:
Pasal 36 UU KPK diajukan Alex Marwata ke Mahkamah Konstitusi yang salah satu isinya adalah larangan bertemu dengan penggugat.
Tujuannya adalah untuk membatasi masa jabatan anggota legislatif di semua tingkatan, baik DPR RI, DPRD Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
Organisasi yang beranggotakan politisi muda dari partai dan daerah ini mengusulkan agar anggota parlemen diperbolehkan maksimal dua periode jabatan. Tujuannya adalah untuk memberikan lebih banyak kesempatan bagi partisipasi pemuda dalam politik.
Baca juga:
Alexander Marvata menggugat Pasal 36 UU Komisi Pemberantasan Korupsi ke Mahkamah Konstitusi, jelas pengacara
Bendahara Umum FPMI Amul Hikma Budiman menjelaskan dalam jumpa pers yang digelar Rabu, 6 November 2024 di Jakarta, tanpa batasan masa jabatan, kebangkitan kepemimpinan partai politik akan terhambat.
Baca juga:
Usai kontroversi pertemuan dengan Eko Darmanto, Alex Marwata menggugat Pasal 36 UU KPK ke Mahkamah Konstitusi
Idealnya, masa jabatan anggota legislatif hanya dua periode, kata Amul kepada wartawan.
Ia juga menyatakan, FPMI mengajukan perkara tersebut ke Mahkamah Konstitusi, dimediasi Komisi Pemilihan Umum (GEC) dan mengirimkan surat ke DPR RI. Namun sejauh ini belum ada tanggapan.
Amul menegaskan, upaya ini merupakan bagian dari gerakan advokasi nasional yang bertujuan untuk mendorong perubahan UU MD3, khususnya terkait Pasal 28 D Pasal 45 Ayat 3 UUD, guna memberikan peluang lebih besar untuk duduk di Parlemen.
“Kami berharap melalui uji materi ini, Mahkamah Konstitusi dapat menerbitkan aturan yang membatasi masa jabatan pembentuk undang-undang maksimal dua periode, sehingga generasi muda dapat dengan mudah mengakses politik,” tegasnya.
Dalam melakukan hal tersebut, FPMI juga mendorong sistem pemilihan anggota legislatif yang mengarah pada peningkatan inklusi pemuda.
Mereka menyarankan, setelah menjabat dua periode di tingkat yang sama, politisi tidak bisa lagi mencalonkan diri, melainkan harus naik ke tingkat politik yang lebih tinggi.
Misalnya, anggota PDP tingkat 2 yang sudah menjabat dua periode tidak bisa lagi mencalonkan diri pada tingkat yang sama, melainkan harus dicalonkan pada tingkat 1. Begitu pula dengan anggota Partai Republik yang menjabat dua periode tidak boleh lagi mencalonkan diri, kecuali untuk jabatan pilihan daerah seperti Gubernur atau Bupati.
Wakil Ketua I FPMI Rudy Satria Mandala yang juga anggota Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Bolmong, Sulawesi Utara, menilai dua periode merupakan masa jabatan terbaik bagi wakil rakyat untuk menjabat di Parlemen.
“Krisis partisipasi pemuda dalam politik saat ini perlu segera diatasi, karena banyak generasi muda yang ingin berpartisipasi dalam politik, namun mereka menghadapi kendala yang sangat besar, yaitu politisi tingkat tinggi yang telah menjabat lebih dari dua periode.” kata Rudy.
Politisi muda lainnya, Indri Hapsari yang juga anggota Partai Solidaritas Indonesia Barat (PSI) dan maju sebagai calon legislatif pada 2019 dan 2024 mengungkapkan, pemilu 2024 akan membawa tantangan baru, khususnya pada praktik kebijakan moneter. .
Menurutnya, pembatasan masa jabatan merupakan salah satu cara untuk menghilangkan praktik tersebut dan menciptakan lingkungan persaingan yang sehat bagi politisi muda.
“Tanpa batas, kita menjadi korban karena harus bersaing dengan mereka yang lebih berpengalaman dan lebih banyak sumber dayanya,” ujarnya.
Afriandi Samallo, anggota FPMI lainnya, menambahkan batasan masa jabatan juga penting untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia.
“Demokrasi yang sehat memerlukan partisipasi aktif generasi muda. Jika masa jabatan tidak dibatasi maka kualitas demokrasi kita akan semakin menurun,” ujarnya.
Dengan mengajukan uji materi ini, FPMI berharap Mahkamah Konstitusi dapat menerima permohonan mereka dan mengeluarkan keputusan yang mendukung batasan masa jabatan anggota legislatif untuk memberikan lebih banyak kesempatan kepada generasi muda untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa melalui politik inklusif. .
Halaman selanjutnya
Amul menegaskan, upaya ini merupakan bagian dari gerakan advokasi nasional yang bertujuan untuk mendorong perubahan UU MD3, khususnya terkait Pasal 28 D Pasal 45 Ayat 3 UUD, guna memberikan peluang lebih besar untuk duduk di Parlemen.