Jumat, 8 November 2024 – 13:51 WIB
Jakarta – Hasil penelitian yang dilakukan Pusat Pengkajian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE-FEB UB) menunjukkan bahwa setiap kenaikan tarif cukai menyebabkan peningkatan persentase peredaran rokok ilegal. Bahkan disebut-sebut telah menurunkan potensi pendapatan negara hingga Rp 5,76 triliun per tahun.
Baca juga:
Kemenhub Tunda Kenaikan Tarif Penyeberangan, Ini Alasannya
Direktur PPKE-FEB UB, Prof. Candra Fajri Ananda mengatakan, kebijakan pemerintah menaikkan harga rokok dan tarif cukai pada awalnya bertujuan untuk mengurangi konsumsi rokok di masyarakat. Namun kenyataannya, mayoritas konsumen atau perokok lebih memilih produk rokok alternatif atau bahkan memilih produk tembakau ilegal dibandingkan berhenti merokok.
Ia mengatakan dalam keterangannya, Jumat, 8 November 2024, “kenaikan tarif cukai yang tidak sebanding dengan daya beli masyarakat justru akan meningkatkan peredaran rokok ilegal.”
Baca juga:
Harga tiket penyeberangan Merak-Bakauheni naik mulai 1 November, berikut besarannya
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian melalui Asisten Deputi Menteri Pembangunan Industri Eko Harjanto mengatakan pemberantasan rokok ilegal harus terus dilakukan hingga tuntas. Sebab jika tidak ada tindakan, rokok ilegal akan terus bertambah.
Baca juga:
Penggabungan Kabupaten Konave, Bea Cukai Kendari Sita Ribuan Rokok Ilegal
Gujruk tidak bisa sendirian, aparat penegak hukum juga harus berkontribusi, kata Eko.
Di sisi lain, Koordinator Pembinaan Jabatan Fungsional Mediator Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan Feryando Agung Santoso mengaku pihaknya mencatat dampak pemberlakuan PP 28/2024 terhadap pelaksanaan ketentuan Undang-undang. Nomor 112. 17/2023 tentang Kesehatan.
Sebab menurutnya, salah satu dampak penerapan PP 28/2024 adalah semakin maraknya peredaran rokok ilegal di pasaran. Menurut dia, hal ini tentu berdampak pada pekerja industri tembakau (IHT) yang saat ini jumlahnya banyak di Tanah Air.
“Industri tembakau harus terus berjalan karena banyak pekerja yang bergantung pada sektor ini, termasuk keluarga yang juga terkena dampaknya,” ujarnya.
Halaman berikutnya
Di sisi lain, Koordinator Pembinaan Jabatan Fungsional Mediator Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan Feryando Agung Santoso mengaku pihaknya mencatat dampak pemberlakuan PP 28/2024 terhadap pelaksanaan ketentuan Undang-undang. Nomor 112. 17/2023 tentang Kesehatan.