Profesor Hikmahanto menilai kebijakan kemasan rokok seragam melanggar undang-undang hak cipta

Sabtu, 9 November 2024 – 13:54 WIB

Jakarta – Pakar hukum internasional menilai kebijakan kemasan rokok seragam tanpa identitas merek melanggar hak kekayaan intelektual (HAKI) yang dilindungi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Kebijakan ini tertuang dalam Proyek Menteri Kesehatan (Proyek Permenkes).

Baca juga:

Membawa ratusan ribu batang rokok ilegal, kedua kendaraan ini dicegat Bea Cukai Purvokerto

Menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof Hikmahanto Juwana, Undang-Undang Nomor 1. 26 Tahun 2016 atau UU Merek menyatakan bahwa merek dapat direpresentasikan secara grafis dalam bentuk gambar, logo, nama, kata, huruf, angka. dan warna. , untuk membedakan merek satu dengan merek lainnya.

“Identitas merek merupakan hak pemilik usaha untuk membedakan dirinya dengan kompetitor,” kata Hikmahanto pada Sabtu, 9 November 2024.

Baca juga:

Hati-Hati! 5 kebiasaan yang diam-diam meningkatkan risiko kanker

Pakar hukum internasional, Hikmahanto Juwana

Foto:

  • ANTARA FOTO/Puspa Pervitasari

Namun, Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan yang digagas Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini mewajibkan seluruh kemasan rokok yang dijual harus memiliki ciri kemasan yang sama, tanpa ada perbedaan. “Tentunya para pelaku usaha ingin bersaing dengan pelaku usaha lainnya dengan menunjukkan perbedaan antara mereknya dengan merek pesaingnya,” ujarnya.

Baca juga:

Transparan, Bea Cukai Mali musnahkan rokok ilegal dan MMEA senilai Rp 1,2 miliar

Rektor Universitas Umum Ahmad Yani menilai tekanan terhadap industri tembakau, termasuk keseragaman kemasan rokok, merupakan campur tangan asing melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Menurutnya, sekali lagi keseragaman kemasan rokok yang menyebabkan hilangnya identitas merek merupakan program asing yang dipaksakan di pasar Indonesia.

Hikmahanto menyatakan, agenda Kementerian Kesehatan melalui PP 28/2024 dan rancangan Menkes fokus pada FCTC dan pemerintah telah mengkajinya dengan cermat dan memilih untuk tidak menyetujuinya. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia terkesan tidak berdaulat dalam menentukan arah kebijakan.

“Kami tidak dan tidak akan tunduk pada FCTC. Tapi melalui Kementerian Kesehatan, mereka memaksakan aturan FCTC. Oleh karena itu, bukannya disetujui, malah diadopsi dalam hukum Indonesia,” ujarnya.

Hikmahanto menyatakan, rancangan peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur kemasan tembakau tanpa identitas merek merupakan sebuah paradoks di Indonesia. Ketika Australia pertama kali menerapkan aturan penghapusan identitas merek pada kemasan rokok pada tahun 2012, Indonesia termasuk salah satu negara yang menentangnya.

Namun, kini Indonesia mencoba menerapkan kebijakan sebaliknya dengan tindakan tersebut. Faktanya, tindakan tersebut telah menyebabkan terganggunya tenaga kerja Indonesia dan produk ekspor, khususnya produk tembakau. (Semut)

Halaman berikutnya

Hikmahanto menyatakan, agenda Kementerian Kesehatan melalui PP 28/2024 dan rancangan Menkes fokus pada FCTC dan pemerintah telah mengkajinya dengan cermat dan memilih untuk tidak menyetujuinya. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia terkesan tidak berdaulat dalam menentukan arah kebijakan.

Halaman berikutnya



Sumber