Jakarta – Dewan Masyaih menyelenggarakan acara yang bertajuk “Kiki MM Melayani – Rapat Konsultasi Stakeholder – Pembukaan Dewan Masyaih” yang turut dihadiri oleh beberapa pembicara ternama antara lain Ketua Komisi 8 Republik Kazakhstan Marvan Dasopang, ketua Majelis Masyaih. , KH. Abdulgaffarozin, M., dan Menteri Agama Prof. Dr. Nasaridin Umar, M.
Baca juga:
Menteri Abdul Muati membicarakan hal ini dengan Kapolri
Tujuan dari acara ini adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan pesantren dengan meluncurkan program layanan pendidikan pesantren yang diberi nama SYAMIL (Sistem Layanan Informasi Majelis Masyaih) dengan diluncurkannya Majelis Masyaih sebagai mitra Majelis Masyaih.
Marwan Dasopang membuka dengan mengutarakan tekadnya untuk membentuk dana amal bagi pesantren. Dalam kesempatan tersebut, Dasopang menyampaikan keyakinannya bahwa tahun ini akan menjadi momen kemenangan bagi dunia pesantren di Indonesia.
Baca juga:
Pemerintah daerah menyatakan sistem zonasi PPDB konsisten dengan pemerataan akses dan kualitas pendidikan, namun terdapat kesenjangan
Ia menekankan pentingnya pengakuan negara terhadap pesantren agar dapat menikmati kondisi dan hak yang sama dengan pendidikan formal lainnya. “Kami akan mengontrol hak-hak kami (pondok pesantren) dan melindungi hak-hak para lulusannya agar anggarannya seimbang,” kata Dasopang.
Baca juga:
Sekolah Perdamaian BNPT, Benteng toleransi dan anti kekerasan sejak dini
Terkait hal tersebut, Gus Rozin selaku Ketua Majelis Umat Kristen menjelaskan tiga agenda penting yang dibahas dalam pertemuan tersebut. Agenda pertama adalah peluncuran sistem penjaminan mutu pesantren yang salah satunya diwujudkan melalui peluncuran SYAMIL.
Ia berjanji pada akhir tahun 2024 akan tercapai babak baru bagi perkembangan pendidikan pesantren di Indonesia. “Ini merupakan langkah konkrit untuk mencapai kualitas pendidikan yang lebih baik,” kata Gus Rozin.
Pembukaan Majelis Masyaih juga menjadi pusat perhatian pertemuan ini. Meski dewan-dewan tersebut sudah mengoperasikan pesantrennya, namun peresmian tersebut diharapkan dapat memperkuat posisi mereka dalam memantau dan mengembangkan kualitas pesantren.
Hal ini sejalan dengan upaya Dewan Kristen untuk mengajak seluruh pihak yang berkepentingan baik dari pemerintah maupun swasta untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi pesantren. “Kami ingin seluruh elemen bersinergi demi kemaslahatan pesantren,” kata Gus Rozin.
Pada acara tersebut, Gua Rozin menekankan pentingnya menjaga independensi pesantren. Menurut dia, anggaran menjadi tolak ukur keberhasilan sistem pesantren baru.
Dalam hal ini Majelis Masyaih berperan sebagai penghubung antara pondok pesantren dan negara, serta menjamin keinginan dan harapan pondok pesantren didengar. “Kami Dewan Umat Kristiani harus memastikan hak-hak pesantren terlindungi,” imbuhnya.
Gus Rozin juga menegaskan, setiap tahunnya Majelis Masyaih mencatat pesantren di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan, apalagi pasca adanya UU No 1. 18 Tahun 2019 yang memberikan perhatian khusus terhadap pesantren. Seiring bertambahnya jumlah pesantren, tantangan pengembangan dan penyediaan layanan berkualitas pun semakin kompleks.
“Seiring bertambahnya jumlah pesantren, kita dituntut untuk memberikan pelayanan yang lebih baik. Dewan Kristen melalui SYAMIL berupaya memastikan pesantren terus berkembang dan mengikuti perkembangan teknologi saat ini.” dia menekankan.
Menteri Agama Prof. Dr. Nasruddin Umar, Ph.D., juga menyampaikan visi kementerian untuk mengembalikan esensi pendidikan Islam di pesantren. Ia menekankan pentingnya melestarikan tradisi dan nilai-nilai pesantren, serta menolak tindakan yang tidak sesuai dengan ciri khas pesantren. “Ukur pesantren dari ukuran dan nilainya, jangan terjebak pada ukuran resmi,” ujarnya.
Ditegaskannya, pesantren bukan hanya tempat belajar dari manusia, tapi juga dari alam dan pengalaman yang lebih luas. Ia berharap para guru pesantren dapat mendorong santri untuk berpikir kreatif dan kritis serta tidak terjebak pada langkah-langkah pendidikan resmi yang tidak mencerminkan mekanisme pendidikan pesantren.
“Pondok pesantren harus menjadi tempat yang tidak hanya mentransfer ilmu, tapi juga mendidik santri secara umum,” ujarnya.
Menag menghimbau semua pihak untuk fokus pada visi dan misi yang dicapai melalui UU Nomor 1722 dalam rangka penguatan pendidikan di pesantren. 18. Undang-undang ini diharapkan dapat menjadi landasan penguatan mutu pendidikan di pesantren dan menempatkannya sebagai garda terdepan dalam pembangunan masyarakat.
“Kualitas dan kuantitas pesantren harus mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat,” imbuhnya.
Selain itu, menyikapi permasalahan yang dihadapi pesantren, Gus Rozin juga menyinggung perlunya verifikasi data dan integrasi regulasi antara pusat dan daerah. Ia menyoroti kesenjangan antara kebijakan yang ada dan implementasi di bidang ini, yang seringkali menyulitkan pesantren untuk mengakses sumber daya.
“Tanpa informasi dan regulasi yang baik, kita akan kesulitan dalam melayani pesantren,” ujarnya. Oleh karena itu, SYAMIL merupakan titik awal yang tepat untuk memfasilitasi hal tersebut.
Di akhir pertemuan, para peserta sepakat untuk melanjutkan kerja sama dan pertukaran sumber daya untuk meningkatkan kualitas dan ketersediaan pendidikan di pondok pesantren.
Acara ini dinilai sebagai langkah awal yang penting dalam membangun ekosistem pendidikan yang saling menguntungkan antara pondok pesantren dan negara guna melahirkan generasi santri yang unggul dan berdaya saing di tingkat nasional dan global. “Kita semua bertanggung jawab membangun ekosistem ini demi masa depan pesantren yang lebih baik,” pungkas Gus Rozin.
Halaman berikutnya
Pada acara tersebut, Gua Rozin menekankan pentingnya menjaga independensi pesantren. Menurut dia, anggaran menjadi tolak ukur keberhasilan sistem pesantren baru.