Bogor, VIVA – 6 orang santri dari Sekolah Menengah dan Kejuruan Islamic Development Network (IDN) di Bogor, Jawa Barat mengikuti program pelatihan IDN dalam rangka berbagi ilmu yang diperoleh di bidang IT (Teknologi Informasi). Program yang sudah ada sejak berdirinya sekolah ini mengajarkan siswa cara membuat game bahkan membuat website.
Baca juga:
Viral foto Ivan Sugianto bersama Kompol Teguh Setiawan usai skandal teriakan paksa mahasiswa
Salim Hartono, Direktur Pondok Pesantren IDN yang mendampingi para santri mengatakan, para santri IDN berangkat ke Mesir dalam rangka program IDN Mengajar. IDN Mengajar merupakan program yang dikembangkan oleh IDN Boarding School yang memungkinkan berbagi ilmu yang dipelajari di sekolah untuk memberikan manfaat yang seluas-luasnya.
6 siswa berbakat dari SMA dan SMK IDN mengikuti program pendidikan IDN di Mesir. Mereka yang terpilih memberikan perbekalan selama berada di tanah piramida antara lain Muhammad Rafi Akmal, Muhammad Athallah Arifin, Arkan Faiz Prastovo, Muhammad Rahesya Azfar, Zahran Putra Tisa dan Abyasa Basla Vismaya.
Baca juga:
Kementerian Agama telah menetapkan 40 siswa Madrasah sebagai Duta Keagamaan
“Untuk sekolah pengajar ada Cairo Indonesia School. Siswa diajar dari kelas 5 SD hingga kelas 12 SMA. Materi ajarnya adalah pengembangan game menggunakan scratch, pembuatan website pribadi, dimulai dengan pembuatan desain UI/UX ,” kata Salim kepada VIVA, Jumat, 15 November 2024.
Baca juga:
Pengusaha Surabaya yang membuat pelajar menangis, menjerit dan meminta maaf
Salim menjelaskan, ini merupakan pertama kalinya program IDN Mengajar diselenggarakan di Mesir. Bagi yang pergi ke negara lain, terutama negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Filipina, itu dimulai sekitar tiga tahun lalu. Selain itu, IDN pernah mengajar di IDN Backpacker Program di Arab Saudi dan Jepang. Meski berbeda dengan program IDN Backpacker, Salim mengatakan, perjalanan kali ini akan menjadi pengalaman yang luar biasa bagi para pelajar.
“Selain meningkatkan pengetahuan di bidang teknologi informasi, kami berupaya memperluas jaringan, bertemu orang-orang baru dan membangun sebanyak-banyaknya hubungan positif di seluruh dunia,” ujarnya.
Selain mengajar, para santri juga mengunjungi masjid Al-Azhar untuk belajar bersama syekh. Setelahnya, kunjungi museum untuk mempelajari peradaban Mesir. Abyasa Wismaya, siswi SMA IDN mengungkapkan alasannya mengikuti kurikulum tersebut. Selain untuk berbagi ilmu IT yang dipelajari kepada mahasiswa di Kairo, program ini juga bermanfaat untuk membina hubungan di dunia IT.
“Koneksi, koneksi, mengajar di luar negeri, di sini, bahkan menambah kesempatan bertemu teman baru, guru baru dari berbagai negara. Itu juga menambah pengalaman, bagi saya pengalaman saya sangat berharga, keduanya meningkatkan kemampuan belajar saya., dan membantu saya menjadi beradab di dunia luar,” katanya.
Abyasa mengaku senang materi yang diajarkannya diterima dengan antusias oleh para siswa dan guru sekolah di sana. “Mereka semangat belajarnya walaupun jauh dari kotanya, ada juga yang jauh dari kotanya, saya berharap program ini bisa diterapkan di banyak negara, negara besar seperti Amerika dan Australia bisa jadi,” tuturnya.
Berbeda dengan Abyasa, Muhammad Raffi Akmal, salah satu siswa SMK IDN, mengatakan alasan mengikuti program tersebut karena ingin mendapatkan pengalaman sebelum mengikuti PKL saat masuk Kelas XII.
“Saya tidak mau ketinggalan mengajar di luar negeri karena saya bisa mendapatkan banyak manfaat dan kemudian menyesalinya, bisa jadi itu adalah kesempatan terakhir saya, dimana saya juga bisa melihat kehidupan di Mesir,” ujarnya.
Motto pesantren IDN adalah “jago IT, pintar mengaji”. Keahlian siswa SMK IDN memang sudah dikenal di Indonesia. Siswa penghafal Al-Qur’an, baik siswa SMA maupun SMK, sudah mahir dalam mengelola perangkat dan sistem jaringan komputer. Bahkan mereka sangat ahli dalam mengajar guru-guru IT dari sekolah lain yang datang ke sekolah ini.
Mereka juga tergolong praktisi muda yang kemampuannya setara dengan lulusan IT. Sejumlah prestasi telah diraih oleh siswa sekolah ini, seperti memperoleh sertifikat Cisco Certified Network Associate (CCNA) yang biasa diperoleh pekerja sarjana dan pasca sarjana, serta menjadi IT termuda di Asian Games.
Atau mencapai level MTCINE (MikroTIk Certified Internetworking Engineer) yang merupakan level tertinggi di kelas MikroTIk. Kelas ini diperuntukkan bagi para praktisi/profesional di bidang ISP (atau NAP). Saat ini pemegang sertifikat MTCINE Mikrotik termuda di dunia ada di sekolah ini.
Saat remaja, mereka sudah bisa membuat robot lengkap dengan Arduino dan Internet of Things atau IOT. Robot ini bertindak sebagai pengelola rumah pintar. Internet of Things (IOT) merupakan bagian dari peta jalan kesiapan Industri 4.0 yang dicanangkan oleh Kementerian Perindustrian. Pada pertengahan tahun 2018, para pelajar direkrut menjadi staf IT termuda di Asian Games 2018.
Halaman selanjutnya
“Selain meningkatkan pengetahuan di bidang teknologi informasi, kami berupaya memperluas jaringan, bertemu orang-orang baru dan membangun sebanyak-banyaknya hubungan positif di seluruh dunia,” ujarnya.