Profesor Ikror: Tanpa keberanian rakyat, tidak akan ada perubahan terhadap masuknya pejabat di Pilkada Sumut.

Minggu, 17 November 2024 – 23.00 WIB

Sedangkan VIVA – Cendekiawan dan aktivis politik Profesor Ikrar Nusa Bakti mengingatkan masyarakat Sumatera Utara (Sumut) untuk berani menentang penggunaan pejabat publik untuk memenangkan kandidat yang didukung Jokowi.

Baca juga:

RK Pamerkan Bendungan Ciawi untuk Atasi Banjir Jakarta, Dharma Pongrekun: Saya Harap Proyeknya Tidak Gagal

Hal itu disampaikannya dalam pidatonya pada Forum Demokrasi bertajuk “Selamatkan Demokrasi di Sumut” pada Minggu, 17 November 2024 di Hotel Le Polonia, Kota Medan. Sekitar 1.000 tokoh masyarakat Sumut dari berbagai kalangan juga turut serta dalam acara tersebut.

“Perubahan tidak mungkin terjadi tanpa keberanian masyarakat. “Kita harus mengembalikan Indonesia ke jalur yang benar dan kita bisa menerapkan demokrasi,” janji Nusa Bakti.

Baca juga:

Kun Vardana Ungkap Solusi Atasi Banjir Jakarta, Gunakan Kecerdasan Buatan di Waduk Air

Gambar Pilkada Serentak 2024

Apa yang disampaikannya bukan dilatarbelakangi oleh menang atau kalah pemilu. Tapi intinya, penggunaan aparat untuk memenangkan kandidat tertentu merugikan demokrasi dan pada akhirnya mengorbankan rakyat.

Baca juga:

Ridwan Kamil Soal Bendungan Sukamahi dan Ciawi: Saya Akan Bantu Jakarta Kurangi Banjir

“Ini bukan soal menang atau kalah dalam pemilu. Tapi bagaimana kita melawan aparat negara, aparat desa, aparat ASN yang memanfaatkan kemenangan calon yang hanya didukung oleh Jokowi, ujarnya.

Padahal, lanjutnya, ada putusan Mahkamah Konstitusi yang secara tegas melarang pejabat publik, polisi, TNI bahkan aparat desa/kelurahan di Cawe-cawe untuk ikut serta dalam pilkada.

Ikrar juga mengatakan bahwa gerakan rakyat harus dilaksanakan untuk menyelamatkan Indonesia dari kekuasaan tirani. Ia menjelaskan, tiran adalah penguasa yang merasa lebih unggul dari kekuatan lain. Ia mencontohkan Raja Louis XIV dari Perancis yang mengatakan bahwa dialah negaranya, sehingga dia bisa menentukan apa yang dibutuhkan negaranya.

“Sayangnya, hal ini terjadi pada kita sejak tahun 2023, penguasa menganggap dirinya sebagai yang tertinggi sehingga mendikte apa yang harus dilakukan oleh lembaga tertinggi negara lainnya. Sejauh ini saya merasakannya. Tanyakan kepada WNI yang tinggal di Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jakarta, dan Bali. “Jadi kita harus khawatir bagaimana kedaulatan rakyat dijalankan,” jelasnya.

“Mengapa menghancurkan tirani ini? “Apakah Indonesia untuk semua dan semua untuk satu, apakah sudah saatnya kehilangan kekuasaan satu keluarga?”

Vada juga menggali kenangan tahun 1997/1998 ketika seluruh rakyat bersatu dengan TNI dan Polri untuk mengubah Indonesia yang otoriter menjadi negara demokratis. Sayangnya, demokrasi hanya bertahan 26 tahun.

“Dan ternyata yang menyambut kita bukanlah senjata atau tangan besi, melainkan pemimpin rakyat yang menjabat sebagai presiden, Jokowi, yang menyambut kita, tapi dia menghancurkan demokrasi Indonesia, jadi masih sama. pemilu 3-5 ke depan sulit bagi kita mengembalikan kedaulatan negara di tangan rakyat sesungguhnya,” tutupnya.

Halaman berikutnya

Ikrar juga mengatakan bahwa gerakan rakyat harus dilaksanakan untuk menyelamatkan Indonesia dari kekuasaan tirani. Ia menjelaskan, tiran adalah penguasa yang merasa lebih unggul dari kekuatan lain. Ia mencontohkan Raja Louis XIV dari Perancis yang mengatakan bahwa dialah negaranya, sehingga dia bisa menentukan apa yang dibutuhkan negaranya.

Halaman berikutnya



Sumber