Senin, 18 November 2024 – 23:46 WIB
Jakarta – Ramazan Ubaydilloh yang menjadi tersangka pungutan liar (pungli) di Rutan KPK mengaku mendapat campur tangan salah satu tahanan. Jenis intervensi yang diterima bergantung pada keluarga.
Baca juga:
Seorang mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi mengeluhkan uang pemerasan yang diterimanya sambil berlinang air mata
Hal itu diungkapkannya saat persidangan yang tengah berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta dengan agenda penyidikan terdakwa. Awalnya, Ubaydillah mengaku menolak menerima uang dari para narapidana.
Namun, dia mengatakan salah satu alasan mengapa posisinya goyah adalah karena salah satu narapidana mengetahui jumlah anak dan di mana mereka tinggal.
Baca juga:
Profil Murtala Ilyas, pengedar narkoba asal Malaysia yang kabur dari Lapas Salemba
Dalam persidangan itu, jaksa mempertanyakan Ubaydilloh soal pengangkatannya sebagai kepala desa atau penagih uang narapidana KPK di bagian C1.
Baca juga:
Trik 7 Narapidana Lapas Salemba yang Kabur dari Parit di Jalan Percetakan Negara
– Saat itu tidak dijelaskan alasan ingin menjadi kepala desa. Anda tidak ingin mendapatkan uang ini saat pertama kali datang? kata jaksa, Senin 18 November 2024.
Ia juga mengatakan, jabatan awalnya adalah sebagai satpam yang diangkat menjadi ASN di KPK. Oleh karena itu, Ubaydillah mengakui bahwa dirinya hanya bisa menuruti perintah para kepala suku.
“Terus pas saya masuk ke lapas sendiri, pertama kali kita salah pak, kita di bawah, menjaga narapidana, padahal sebenarnya narapidana itu bukan orang biasa,” ujarnya.
Belakangan, ia mengaku sempat intervensi dari para warga binaan karena tak mau menerima uang pungli. Intervensi itu dilakukan dengan menghubungkan keluarganya.
“Awalnya saya tidak mau terima, tapi saya bawa ke BAP dalam beberapa bentuk intervensi narapidana. Awalnya mereka menawari saya tiga kali lipat gaji, tapi tiba-tiba mereka juga bilang ke narapidana (“Saya punya dua anak. , dimana aku akan tinggal”.
Karena itu, ia mengaku terkejut dengan pengetahuan napi tak dikenal tersebut. Ubaydillah kemudian bertanya kepada para sesepuh tentang asal usul pengetahuan mereka tentang keluarga narapidana.
“Tiba-tiba ada napi yang bisa menelpon kedua anak saya, tempat saya tinggal, karena menurut sesepuh saya, mereka bukan orang sembarangan, padahal di dalam, di luar banyak juga orangnya,” kata mereka. – kata Ubaidillah.
Ia kemudian mengaku akan berpikir dua kali mengenai konsekuensinya jika menolak uang pungli yang biasa terjadi di Rutan KPK. Sebab, ia mengaku khawatir dengan keselamatan keluarganya.
“Dari situ aku merasa, wah, mungkin Pak Rukhsat, kalau aku laki-laki, aku tidak akan takut pada diriku sendiri, tapi kalau urusan keluarga, aku harus berpikir ribuan kali untuk melawan,” katanya. Ubaydillah.
Diketahui, ada 15 terdakwa kasus pemerasan di Rutan KPK. Mereka berhasil meminta uang pungli hingga Rs 6.387.150.000 (Rs 6,3 miliar).
Terdakwa dalam kasus ini adalah Achmad Fauzi (AF), Kepala Bagian Rutan KPK PNYD Hengki (HK) yang menjabat sebagai Pejabat Bagian Rutan KPK periode 2018-2022, Petugas Keamanan PNYD dan Kepala Bagian Bagian Rutan KPK periode 2018 Deden Rochendi. (DR ), petugas keamanan PNYD Sopian Hadi (SH), petugas Rutan PNYD KPK dan Untuk tahun 2021, telah dilantik Plt Kepala Rutan KPK dan Pejabat Rutan PNYD KPK Ari Rahman Hakim (ARH).
Terdakwa lainnya adalah Petugas Rutan KPK Agung Nugroho (AN) dan PNYD yang ditunjuk sebagai Petugas Rutan KPK pada masa jabatan Eri Angga Permana (EAP) tahun 2018 hingga 2022.
Selain itu, ada staf Rutan KPK yang terdiri dari Muhammad Ridwan (MR), Suharlan (SH), Ramazan Ubaidilloh A (RUA), Mahdi Aris (MHA), Vardoyo (WD), Muhammad Abduh (MA) dan Ricky. Rahmawanto (RR).
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 12 ayat “e” Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Typikor) juncto Pasal 55 Bagian 1 Bagian 1 KUHP Pasal 64 Bagian 1 KUHP didakwa melakukan pelanggaran. .
Halaman berikutnya
“Terus pas saya masuk ke lapas sendiri, pertama kali kita salah pak, kita di bawah, menjaga narapidana, padahal sebenarnya narapidana itu bukan orang biasa,” ujarnya.