Jaksa akan mengambil alih penyelidikan korupsi timah, kata pakar

Senin, 25 November 2024 – 22:28 WIB

Jakarta – Pakar pidana dan pidana korporasi Jamin Ginting mengatakan, dalam kasus korupsi tata niaga timah, dalam kasus kerugian negara Rp 300 triliun, pemerintah yang menggunakan UU Minerba dan Lingkungan Hidup akan lebih tepat masuk ke dalam undang-undang tersebut. bidang. Daripada menerapkan UU Praktik Korupsi.

Baca juga:

KPK Gubernur Bengkulu bantah adanya politisasi kasus OTT: penyidikan prapendaftaran calon gubernur

“Dalam konteks penghitungan kerugian masyarakat dengan menggunakan undang-undang perlindungan lingkungan hidup, dalam praktiknya diatur pertanggungjawaban administratif dan pidana, mengapa kita harus menggunakan undang-undang tipikor di sana. Karena tidak ada satu pasal pun dalam UU Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32 yang mengatur tindak pidana terkait korupsi, maka kasus ini patut dibawa ke pertanggungjawaban pidana lingkungan hidup. Jadi tidak ada tindak pidana korupsi dalam kasus ini, kecuali terbukti ada suap dalam penerbitan izin atau hal-hal lain mengacu pada UU Tipikor, kata Jamin Ginting di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, 25 November. 2024 , Senin.

Sidang kasus korupsi perdagangan timah di Pengadilan Tipikor Jakarta

Baca juga:

OTT Gubernur Bengkulu ditandai dengan pengejaran selama tiga jam

Dosen Universitas Pelita Harapan ini juga menganggap Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 dan UU Lingkungan Hidup Kejaksaan tidak tepat dalam menghitung kerugian negara dalam kasus korupsi ini.

Sesuai UU Lingkungan Hidup, kewenangan penyidikan adalah kepolisian dan PPNS, sehingga dalam hal ini penyidik ​​Kejaksaan Agung mendapat kewenangan tersebut.

Baca juga:

Gubernur Bengkulu mengancam akan memecat bawahannya jika tidak membantu memenangkan Pilkada 2024

Pasal 6 dan 7 KUHAP juga dengan jelas menyatakan bahwa istilah “penyidik” mengacu pada Kepolisian Republik Indonesia, dan istilah “penyidik” mengacu pada polisi dan PPNS. Jadi, tidak ada soal penuntutan, yang berwenang harusnya penyidik ​​PPNS dan polisi. “Ini kelemahan undang-undang kita, semua orang ingin jadi penyidik, jadi jaksa juga ingin jadi penyidik,” imbuhnya.

Oleh karena itu, penerapan pasal tindak pidana korupsi di sini sebenarnya tidak relevan, karena yang berlaku bukan UU Tipikor, melainkan hanya ketentuan UU Lingkungan Hidup, ujarnya.

Ia juga mengingatkan agar aparat penegak hukum tidak membatasi diri hanya pada Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, karena diperlukan pasal lain seperti Pasal 5, 6, 7, dan 8.

Artinya kita perlu memperbaiki undang-undang kita, juga cara kita menegakkan hukumnya, agar semua tindak pidana korupsi tidak hanya muncul di Pasal 2 dan 3 saja, masih banyak lagi. yang perlu dikaji lebih lanjut.

Hal senada juga diungkapkan Romli Atmasasmita, Guru Besar Hukum Universitas Padjadjaran, yang mengatakan Pasal 14 UU Tipikor memiliki keterbatasan dalam menangani kasus korupsi.

Jika ada suatu perkara pertambangan yang belum pernah diadili dan UU Minerba tidak mengacu pada tindak pidana korupsi, Romley menyatakan bahwa pasal 14 UU Tipikor mengatur bahwa jika ada pelanggaran yang bukan merupakan delik menurut undang-undang lain, maka akan dipanggil. Yang menyangkut korupsi adalah UU Minerba, bukan UU Tipikor yang berlandaskan asas legalitas.

Halaman berikutnya

Ia juga mengingatkan agar aparat penegak hukum tidak membatasi diri hanya pada Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, karena diperlukan pasal lain seperti Pasal 5, 6, 7, dan 8.

Halaman berikutnya



Sumber