Selasa, 26 November 2024 – 06:30 WIB
Jakarta – Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perindustrian Saleh Husin meminta semua pihak fokus pada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini menanggapi tuntutan serikat pekerja/serikat buruh dalam pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi tentang uji materi Undang-Undang “Tentang Penciptaan Lapangan Kerja pada Klaster Ketenagakerjaan”.
Baca juga:
Menaker Yasyerli bertemu Presiden Prabowo membahas pertumbuhan UMP 2025
Menurut Salih Husin, kebijakan pengupahan yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada gilirannya dapat menjadi katalis peningkatan kesejahteraan masyarakat luas. Hal ini sejalan dengan semangat pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang mematok pertumbuhan sebesar 8 persen.
Menurut Salih Husin, salah satu strategi yang efektif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sesuai perintah Presiden adalah dengan meningkatkan kontribusi industri nasional terhadap pendapatan domestik bruto.
Baca juga:
Ekonom mengidentifikasi keterkaitan antara Danantara dan target pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan Prabowo
“Pada tahun 2023, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB Indonesia mencapai 18,67 persen. Pada triwulan III tahun ini (2024), kontribusi sektor industri pengolahan sebesar 19,02 persen. “Capaian tersebut masih jauh dari target kontribusi produksi sebesar 28% untuk mewujudkan Indonesia Emas pada tahun 2045,” kata Saleh dalam keterangannya, Selasa, 26 November 2024.
Ia mengatakan, industri manufaktur tidak hanya berguna untuk meningkatkan nilai tambah barang di Indonesia, tetapi juga sangat berguna untuk menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat umum. Setidaknya angka kemiskinan akan berkurang dengan menciptakan lapangan kerja.
Baca juga:
Menko Airlang: Indonesia siap mempercepat pertumbuhan ekonomi dan investasi berkelanjutan dari Amerika Serikat
Menurut Permenperin 51/M-IND/PER/10/2013 Tahun 2013, terdapat enam kelompok industri yang kotor dan padat karya. Khususnya industri makanan minuman dan tembakau, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kulit dan barang dari kulit, industri sepatu, industri mainan anak, industri mebel.
“Bagi negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dengan jumlah penduduk 282 juta jiwa, industri padat karya dapat menjadi katalis untuk mewujudkan kesejahteraan sosial yang lebih luas,” tambahnya.
Namun di sisi lain, sektor padat karya merupakan kelompok industri yang sangat rentan terhadap kebijakan terkait ketenagakerjaan, termasuk pengupahan. Oleh karena itu, apabila putusan Mahkamah Konstitusi mengenai UU “Pekerjaan” pada klaster ketenagakerjaan dibaca atau ditafsirkan secara sepihak berdasarkan kepentingan kelompok tertentu, maka akan berdampak buruk pada sektor padat karya.
Pada dasarnya, menurut Soleh Hussin, semangat pengaturan gaji yang tertuang dalam putusan MK sejalan dengan ketentuan yang tertuang dalam Keputusan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023.
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi tentang kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dan asas proporsionalitas untuk menjamin kehidupan yang layak bagi individu pekerja, sebelumnya secara signifikan diadaptasi dalam PP 51/2023 ketika menetapkan “indeks tertentu”.
Sementara itu, sehubungan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12 yang membebankan kewajiban gubernur untuk menetapkan upah minimum daerah dan kabupaten/kota, maka norma tersebut tidak dapat serta merta dilaksanakan dan memerlukan waktu yang lama. banyak pekerjaan.
Penetapan upah pada industri yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja seharusnya diatur lebih teknis melalui peraturan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah pusat melalui Kementerian Tenaga Kerja harus mengatur tata cara dan syarat-syarat penetapan upah sektoral pada sektor-sektor tertentu yang tidak dirugikan oleh gubernur provinsi.
Halaman berikutnya
Namun di sisi lain, sektor padat karya merupakan kelompok industri yang sangat rentan terhadap kebijakan terkait ketenagakerjaan, termasuk pengupahan. Oleh karena itu, apabila putusan Mahkamah Konstitusi mengenai UU “Pekerjaan” pada klaster ketenagakerjaan dibaca atau ditafsirkan secara sepihak berdasarkan kepentingan kelompok tertentu, maka akan berdampak buruk pada sektor padat karya.