Senin, 25 November 2024 – 20:44 WIB
Jakarta – Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, mengajukan protes atas Surat Pemberitahuan Inisiasi Penyidikan (SPDP) lebih dari 7 hari setelah diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik).
Baca juga:
Melalui keterangan tertulis saksi ahli yang disiapkan jaksa, DPR meminta Jaksa Agung transparan dan profesional
Hal itu diungkapkannya saat sidang praperadilan di PN Jaksel dilanjutkan dengan pembacaan ringkasan acara. Sidang digelar pada Senin, 25 November 2024.
“Pemohon baru mengetahui adanya Sprindik pada tanggal 3 Oktober 2023 melalui pemberitahuan penyidikan perkara Tipikor tanggal 29 Oktober 2024 Nomor R-3163/F.2/Fd.2/10/2024 , yang tentunya tidak bisa dipungkiri,- kata Ari Yusuf di dalam kamar.
Baca juga:
Tom Lembong disebut tak bisa dihukum karena kebijakan impor gula, ini alasannya
Ari Yusuf menjelaskan, sikap Jaksa Agung mengirimkan SPDP bertentangan dengan keputusan MK Nomor 130/PUU-XIII/2015. Menurut dia, aturan Mahkamah Konstitusi menyebutkan SPDP harus sudah diterima oleh pihak yang diberitahukan atau tersangka paling lambat 7 hari setelah diterbitkannya Printik.
Baca juga:
Kejaksaan Agung secara terbuka menyatakan jaksa Jovi Tapselda melakukan dua pelanggaran, apa saja?
Ari Yusuf menegaskan, print out yang dikirimkan Kejaksaan masih menggunakan print out generik dan tidak mencantumkan identitas tersangka.
Dia mengatakan, alasan Jaksa Agung ditolak oleh Chairul Huda, ahli pidana yang diwakili kubu Tom Lembong. Saat itu, ahli mengatakan tidak ada perbedaan antara surat perintah umum atau surat perintah khusus.
“Bahkan dalam surat perintah penggeledahan umum, sudah jelas siapa yang akan dijadikan calon tersangka. Jadi, bertanggung jawablah. [Kejagung] “Kami mempunyai kewajiban untuk mengkomunikasikan hal ini kepada calon tersangka,” ujarnya.
Oleh karena itu, berdasarkan semua fakta, penetapan tersangka tanpa menyampaikan SPDP kepada calon tersangka adalah tindakan ilegal, ujarnya.
Selain itu, Ari Yusuf mengatakan kliennya tidak pernah diberi kesempatan untuk memilih sendiri kuasa hukumnya untuk mendampinginya. Padahal, hal itu diatur dalam Pasal 54 dan 55 KUHAP. Namun, lanjutnya, aturan tersebut justru dilanggar oleh Kejagung.
Kemudian Kejaksaan Agung juga dinilai sewenang-wenang dalam menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka.
Terkait hal tersebut, Ari meminta hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membatalkan status tersangka kliennya. Bebaskan juga dia dari tahanan.
“[Meminta Hakim praperadilan] “Segera setelah putusan ini diumumkan kepada termohon (Jaksa Agung), diputuskan dan diperintahkan agar pemohon bernama Thomas Trikasih Lembong dibebaskan dari tahanan,” kata Ari membacakan petitumnya.
Pengacara kemudian meminta hakim menyatakan tersangka Tom Lembong tidak sah dan tidak memiliki kedudukan hukum.
Bahkan, hakim juga diminta menilai Kejaksaan Agung tidak berwenang melakukan penyidikan dan penyidikan terhadap penerapan kebijakan impor gula terhadap kliennya.
Ia pun meminta hakim menyatakan seluruh perbuatan Jaksa Agung terhadap Tom Lembong batal demi hukum.
“Menyatakan bahwa segala keputusan atau perintah tergugat selanjutnya mengenai penetapan tersangka adalah batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum,” ujarnya.
Halaman berikutnya
“Bahkan dalam surat perintah penggeledahan umum, sudah jelas siapa yang akan dijadikan calon tersangka. Jadi, bertanggung jawablah. [Kejagung] “Kami mempunyai kewajiban untuk mengkomunikasikan hal ini kepada calon tersangka,” ujarnya.