Selasa, 26 November 2024 – 16:19 WIB
Jakarta – Gaza Cola, minuman ringan asal Palestina, belakangan menjadi pusat perhatian di Inggris. Minuman dengan label “tanpa genosida” Mengusung bendera Palestina, desain ini tidak hanya menyampaikan hal baru tetapi juga pesan politik.
Baca juga:
Bisnis lokal di berbagai negara menghirup udara segar akibat boikot massal terhadap produk Israel
Gaza Coke menjadi alternatif bagi mereka yang mendukung boikot terhadap merek-merek besar yang disebut-sebut mendukung serangan Israel ke wilayah Palestina. Minuman tersebut diciptakan oleh Osama Qashu, seorang aktivis dan mantan pengungsi Palestina yang kini tinggal di Inggris.
“Gaza-Cola adalah tentang memberikan rasa yang bebas dari rasa bersalah, bebas dari genosida. Inilah cita rasa kebebasan yang sebenarnya,” kata Qashoo, Al Jazeera, Selasa, 26 November 2024.
Baca juga:
Apa perbedaan kemunculan merek Gaza Cola di Inggris dengan Coca-Cola?
Qashoo meluncurkan Gaza Cola pada November 2023. Produksi dilakukan di Polandia dan diimpor ke Inggris untuk menekan biaya.
Baca juga:
Dampak dari memboikot produk Amerika untuk mendukung Palestina adalah bisnis lokal di negara tersebut justru menghasilkan lebih banyak uang
Minuman ini awalnya dijual ke toko-toko kecil Muslim di Inggris melalui jaringan restoran Palestina seperti Hiba Express. Kemudian, sejak Agustus 2024, Gaza Cola telah terjual lebih dari 500.000 peti.
Nynke Brett, salah satu pelanggan Gaza Cola di London, mengatakan minuman ini berbeda dengan minuman bersoda lainnya. “Rasanya lebih halus, tidak bersoda, dan lebih mudah dinikmati. Lebih enak karena tahu Anda mendukung Palestina,” ujarnya.
Qashoo juga memastikan seluruh hasil penjualan Gaza Coke akan digunakan untuk membangun kembali bangsal bersalin di Rumah Sakit al-Karama di Gaza. “Kami ingin menunjukkan contoh penjualan, bukan donasi,” jelasnya.
Qashu menceritakan, selama proses produksi Gaza Cola, ia menghadapi banyak kendala. “Setiap calon mitra menyarankan agar kami harus berkompromi dalam hal warna, font, nama, bahkan bendera. Namun kami menolak untuk berkompromi dalam hal-hal tersebut,” ujarnya.
Meski menghadapi kendala dalam memasuki pasar besar, Gaza Cola tetap berhasil membangun loyalitas pelanggan melalui pesan solidaritasnya. “Kami ingin membangun gerakan boikot yang secara langsung berdampak pada keuntungan perusahaan-perusahaan besar,” kata Qashoo.
Di sisi lain, Jeff Handmaker, Profesor Sosiologi Hukum di Rotterdam Erasmus University, menilai boikot semacam itu berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat. “Kampanye boikot terhadap cola berhasil dalam hal ini.
Qashoo saat ini sedang mengembangkan versi baru Gaza Coke yang lebih berkarbonasi, sambil terus berharap bahwa setiap tegukan minuman tersebut akan menjadi pengingat perjuangan rakyat Palestina. “Hanya sekedar pengingat kecil-kecilan ya, ngopi-ngopi, salam dari Palestina,” tutupnya.
Halaman berikutnya
Qashoo juga memastikan seluruh hasil penjualan Gaza Coke akan digunakan untuk membangun kembali bangsal bersalin di Rumah Sakit al-Karama di Gaza. “Kami ingin menunjukkan contoh penjualan, bukan donasi,” jelasnya.