Kamis, 28 November 2024 – 11:52 WIB
Jakarta – Salah satu yang menarik dari hasil perhitungan cepat atau perhitungan cepat Pilkada tahun 2024 yaitu Pilkada Jakarta, Pilkada Depok, dan Pilkada Jawa Barat. Kandidat yang diusung Partai Keadilan Progresif atau PKS kalah.
Baca juga:
Jika Pilkada Jakarta dua putaran, kapan pemungutan suara dilakukan?
Padahal, seperti di Jakarta, PKS menjadi partai dengan perolehan suara terbanyak pada Pemilu Legislatif 2024. Namun di Pilkada Jakarta, kader PKS calon gubernur Suswono yang berpasangan dengan calon gubernur Ridwan Komil justru kalah.
Hal serupa juga terjadi di Depok. Hingga saat ini, Depok dikenal sebagai basis PKS. Hal ini diperkuat dengan posisi Wali Kota Depok yang selalu dimenangkan oleh kader PKS. Mulai dari Nur Mahmudi yang menjabat dua periode (2006-2016), hingga Muhammad Idris yang menjabat Wali Kota Depok dua periode (2016-sekarang). Namun Imam Budi Hartono-Ririn Farabi yang didukung PKS dan Golkar kalah dari Supian-Chandra.
Baca juga:
Pramono Anung-Rano Karno memenangkan putaran hasil penghitungan cepat dari 5 lembaga penelitian
Pada Pilkada Jabar, pasangan Ahmad Syaikhu-Ilhom Habibie yang diusung PKS dan Nasdem tak bisa berbuat banyak. Dedi Mulyadi-Ervan tertinggal jauh dari Setiawan. Padahal Syaikhu adalah Ketua PKS.
Lantas apa yang menyebabkan PKS kalah meski di daerah yang disebut-sebut sebagai basis suaranya?
Baca juga:
Suswono jamin kalau menang, janji kampanyenya akan dia penuhi: kalau tidak, demonstrasi saja ke Balaikota
“Jika kita melihat tumbangnya PKS di beberapa Pilkada di Jawa Barat, Depok, dan DKI Jakarta, kita tentu bisa menganalisis beberapa penyebabnya. Yang pertama soal kepribadian, yaitu angka-angka yang diusung PKS di bursa pilkada. angkanya benar-benar “undersold” sehingga tidak mendapat perhatian dan dukungan dari pemilih atau masyarakat,” kata pengamat politik Arif Nurul Imam VIVA, 2024 28 November.
Faktor lain yang terlihat dari kekalahan PKS di beberapa Pilkada seperti Depok, Jawa Barat, dan Jakarta adalah kegagalan membangun koalisi, kata Direktur Eksekutif Data Scale Indonesia. Menurut dia, hal ini juga bisa menyebabkan perolehan suara menjadi tidak signifikan.
Faktor lainnya, ini juga menjadi faktor yang melemahkan mesin politik partai, kata Arif.
Selain itu, ia mencatat situasi politik di Indonesia, khususnya terkait jumlah pemilih, belum stabil. Mereka terus maju. Namun sayangnya, kondisi tersebut tidak bisa dicapai oleh partai politik sehingga tidak bisa merebut simpati pemilih, termasuk PKS.
Misalnya, situasi politik bergerak dengan kecepatan dinamis yang tidak diduga oleh PKS, ujarnya.
Halaman selanjutnya
Faktor lainnya, ini juga menjadi faktor yang melemahkan mesin politik partai, kata Arif.