Sabtu, 30 November 2024 – 13:54 WIB
Jakarta – Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmi Kartiva Sastratmaja menolak kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Menurut dia, bukan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen. cocok saat ini.
Baca juga:
Harga Emas Hari Ini 30 November 2024: Harga Produk Antam Kinclong Rp 1.514.000 per gram
Hal itu diungkapkan Jemmy pada Forum Anggota Luar Biasa (ALB) Kadin Pra Rapimnas 2024 Kadin Indonesia.
“Harusnya PPN 12 persen ini kita tuntut. Saya kira sangat tidak tepat jika diterapkan sekarang,” kata Jemmy di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Sabtu, 30 November 2024.
Baca juga:
Kenaikan PPN 12% Dampaknya Dunia Usaha, Ketua Kadin Anindya Bakrie: Kalau Tertunda
Jemmy pun menilai bantuan langsung tunai (BLT) bukanlah solusi tepat bagi pemerintah jika terus menaikkan PPN hingga 12%.
“Sebenarnya menurut saya lebih baik tidak ada BLT, tapi PPNnya tidak naik sampai 12%. Kalau BLT bersifat sementara, efektivitas pengendaliannya di mana? Kalau BLT habis, harusnya ada beban. 12%. Biar rusak,” imbuhnya.
Baca juga:
DPR pertimbangkan penundaan kenaikan PPN menjadi 12 persen
Sebagai informasi, kenaikan PPN ini tertuang dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (SES) yang menjelaskan tarif PPN akan naik dari 10% menjadi 11% efektif 1 April 2022. Kemudian pemerintah meningkat lagi. menaikkan tarif menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025.
Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 kemungkinan tertunda. Sebab, pemerintah mendorong masyarakat kelas menengah ke bawah.
Ya hampir tertunda, biarkan dulu (stimulus) ini berlanjut, kata Luxut di Jakarta, Rabu, 27 November 2024.
Luhut mengatakan, sebelum diberlakukan, PPN naik sebesar 12 persen. Pemerintah harus mendorong masyarakat kurang mampu secara ekonomi. Pemerintah kini tengah menghitung besaran insentif tersebut.
“Sebelum itu terjadi, sebaiknya PPN 12 persen diberikan insentif kepada masyarakat yang ekonominya terpuruk, mungkin dua atau tiga bulan,” ujarnya.
Insentif yang diberikan berupa subsidi tarif listrik. Alasan pemberian bantuan tidak langsung ini, kata dia, agar bantuan tersebut tidak disalahgunakan. “Tetapi diberikan untuk listrik. Karena kalau nanti diberikan kepada masyarakat, nanti mereka takut untuk berjudi lagi,” jelasnya.
Halaman berikutnya
Ya hampir tertunda, biarkan dulu (stimulus) ini berlanjut, kata Luxut di Jakarta, Rabu, 27 November 2024.