Disebutkan, pembangunan gedung bertingkat di kawasan Kedutaan Besar India harus sesuai dengan peraturan Indonesia.

Minggu, 1 Desember 2024 – 21:49 WIB

Jakarta – Pembangunan gedung hunian 18 lantai di wilayah Kedutaan Besar India di Jl HR Rasuna Said masih menjadi polemik lama di kalangan masyarakat. Kasus ini kembali menyibukkan upaya Pemprov DKI Jakarta yang mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).

Baca juga:

Penduduk Hindu di India mengajukan petisi ke pengadilan yang mengatakan bahwa situs Muslim Sufi terletak di atas kuil Dewa Siwa.

Pada 29 Agustus 2024, majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memenangkan gugatan warga sehingga memerintahkan Pemprov DKI membatalkan sementara izin pembangunan Kedutaan Besar India. Menurutnya, juri mengidentifikasi sejumlah pelanggaran dan kekurangan prosedur yang sangat merugikan hak warga negara.

Pasca keputusan tersebut, proyek langsung dihentikan dan pemerintah provinsi menghampiri PTTUN. Sebelum mengambil keputusan tersebut, Juri PTUN juga telah meninjau lokasi, mengunjungi lokasi proyek, dan berinteraksi langsung dengan warga sekitar untuk memverifikasi dan memastikan isi gugatan.

Baca juga:

Rano Karno ingin mengunjungi masyarakat sekitar TPS di sekitar rumahnya yang sedang memilih bersama cucunya.

Di tengah proses banding di PTTUN, muncul dugaan pelanggaran terhadap David ML Tobing dari firma hukum Adams & Co yang dikenal sebagai pengacara puluhan warga terdampak, Kecamatan Kuningan Timur, RT 002/RW 02. oleh proyek. Ia dituding menghalangi aktivitas perwakilan negara asing sehingga dapat merusak nama baik pemerintah Indonesia di hadapan negara sahabat.

Pemasangan kawat berduri di depan Kedutaan Besar India, Jakarta.

Baca juga:

Pramono Anung memilih bersama istri dan anak-anaknya, meminta masyarakat Jakarta menggunakan hak pilihnya

Menanggapi tudingan tersebut, David Tobing berdalih, motivasi utama warga menggugat Pemprov DKI dan Kedutaan Besar India sebenarnya cukup sederhana, yakni agar proses pembangunan kembali ke jalur hukum yang benar. Semua pihak harus mematuhi peraturan yang berlaku di Republik Indonesia, meskipun pihak tersebut merupakan perwakilan negara asing.

“Ini sangat sederhana. Seandainya Pemprov DKI dan Kedutaan Besar India memberikan izin pembangunan yang baik, maka polemik seperti itu tidak akan muncul. Kita tidak ada niat untuk menghambat pembangunan, apalagi menyangkut kepentingan perwakilan negara asing yang harkat dan martabatnya harus kita jaga. Namun karena hak-hak masyarakat telah dilanggar, mau bagaimana lagi, kita harus ke pengadilan, ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu, 1 Desember 2024 di Jakarta.

David menjelaskan, akar persoalannya adalah izin Persetujuan Mendirikan Bangunan (PBG) yang tidak disertakan dalam dokumen Amdal. “Izin AMDAL sebenarnya baru keluar belakangan. Ini tidak lagi benar, ini merupakan cacat prosedur. Dan tragisnya, Pemprov melakukan tindakan manipulatif dalam peninjauan izin Amdal, kata David.

Salah satu syarat izin AMDAL adalah mendapat persetujuan tertulis dari warga sekitar proyek. Oleh karena itu, proses komunikasi dengan masyarakat sangat diperlukan. “Sebenarnya warga sekitar proyek tidak ada yang diajak bicara sebelum izin PBG dan AMDAL keluar. Nama warga yang mengaku hadir dalam sidang itu bukan warga sekitar. Salah satunya penjaga kedutaan. dan menggugat.”, katanya.

Mantan Ketua RT di wilayah tersebut dan Ketua RT saat ini juga masuk dalam daftar warga yang mengajukan banding ke pengadilan. Menurut David, hal ini merupakan upaya penggunaan nama warga dalam dokumen AMDAL.

“Semuanya terbukti di pengadilan dan bukti-bukti yang kami ajukan juga terkonfirmasi. “Tidak ada alasan Pemprov DKI dan Kedutaan Besar India terus bersikukuh dalam kasus ini,” kata David yang sangat yakin majelis hakim PTTUN akan menjunjung tinggi putusan PTUN.

Menurut David, meski memenangkan persidangan di tingkat PTUN, warga mengedepankan dialog konstruktif dan fokus pada solusi. Dia berkali-kali menyatakan warga tidak berniat menghalangi rencana pembangunan kedutaan India.

“Karena permasalahannya sederhana, solusinya juga sama: Menerbitkan kembali izin mendirikan bangunan Kedutaan Besar India. Berkomunikasi dengan penduduk, carilah bahasa yang sama. “Yang membuat warga marah dan menggugat adalah proses perizinan yang manipulatif dan jauh dari kebenaran,” kata David.

Menurut David, solusinya bisa dengan gedung bertingkat tidak harus setinggi 18 lantai. Mungkin sebagian lantai akan naik, dan sisanya akan berada di bawah tanah. Desain bangunannya bisa direvisi untuk tetap memberikan kemudahan bagi warga sekitar.

“Bagi kami, ada solusi untuk semua masalah. Ini bukan tentang menang atau menang. Yang penting adalah prosesnya adilterbuka dan tidak manipulatif,” kata David.

Halaman berikutnya

Mantan Ketua RT di wilayah tersebut dan Ketua RT saat ini juga masuk dalam daftar warga yang mengajukan banding ke pengadilan. Menurut David, hal ini merupakan upaya penggunaan nama warga dalam dokumen AMDAL.

Halaman berikutnya



Sumber