Apa maksud KPK mengubah istilah OTT menjadi “kegiatan penangkapan”?

Selasa, 3 Desember 2024 – 00:02 WIB

Lalu, LANGSUNG – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marvata menegaskan, istilah “Operasi Penangkapan” (OTT) yang dilakukan lembaga antirasuah bukanlah tindakan mendadak, melainkan diawali dari penyidikan untuk mencari bukti yang cukup.

Baca juga:

KPK mengungkap siapa yang terpengaruh OTT di Riau, Plt Wali Kota Pekanbaru

Kegiatan penangkapan di KPK diawali dari penyidikan, bukan kejadian sembarangan, kata Alex di Denpasar, Bali, Senin.

Menurut Alex, Komisi Pemberantasan Korupsi (ACC) pertama kali mengeluarkan perintah penyidikan (Sprindik) terhadap terduga pelaku kejahatan dalam mengungkap kasus dugaan korupsi.

Baca juga:

OTT KPK lagi, Kali ini di Pekanbaru Riau

Aleksandr Marvata, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi

Foto:

  • VIVA.co.id/Musuh Perdamaian Simbolon

Komisi Pemberantasan Korupsi kemudian melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap para terduga pelaku. Setelah mengumpulkan bukti-bukti berupa catatan, gambar, dan alat bukti lainnya, maka dikeluarkanlah surat perintah penangkapan.

Baca juga:

KPK Undang Prabowo Ikut Khakordia 2024, Sebut Komitmen Presiden Berantas Korupsi

“Jadi kita pastikan ada peristiwa pidana dan begitu kita mendapat informasi, misalnya ada penyerahan uang ke H tertentu, baru kita keluarkan surat perintah penangkapan,” ujarnya.

Dengan demikian, Alex menyimpulkan diksi OTT dalam kasus ini mengandung arti kegiatan penangkapan karena merupakan akhir dari kegiatan penyidikan.

Jadi mungkin lebih tepatnya kegiatan penangkapan itu merupakan akhir dari proses penyidikan. Tentu saja dari penyidikan sudah cukup bukti-bukti yang diperoleh, ujarnya.

Alex menegaskan, pihaknya akan tetap mengoperasikan OTT setelah melalui serangkaian upaya penyidikan.

Menurut dia, langkah tersebut saat ini tidak bisa dibatalkan karena sudah diatur dalam Pasal 12 ayat (1) UU Komisi Pemberantasan Korupsi, yaitu UU Pemberantasan Korupsi yang mengatur kewenangan mendengarkan percakapan telepon yang dilakukan panitia melakukan penyelidikan dan penyelidikan. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 e.

“Tidak ada (hapus OTT), kalau begitu Pasal 12 ayat 1 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa melakukan penyadapan dalam penyidikan. Alat bukti itu antara lain bukti elektronik, rekaman suara, rekaman video, dan lain-lain,” dia ucapnya saat ditanya kemungkinan penghapusan OTT di KPK.

Padahal, menurut Alex, OTT efektif dalam memberantas korupsi.

“Sejauh ini efektif. Saya lihat semakin banyak yang datang ke sini, semakin hati-hati, semakin banyak hikmah yang didapat dari masa lalu,” ujarnya.

Ia mencatat, indeks persepsi korupsi di Indonesia masih tinggi. Pasalnya, masyarakat membiarkan perilaku koruptif dan tidak menumbuhkan kejujuran dalam diri pengelola negara.

“Budaya pemberantasan korupsi belum terbentuk dengan baik, penyakit kita masih sama,” ujarnya.

Sebelumnya, istilah OTT santer dibicarakan setelah Wakil Ketua KPK Yohanis Tanak menyebut OTT akan dihapuskan jika terpilih menjadi Ketua KPK. Pernyataan itu disampaikan di ruang rapat III Komisi DPR RI saat uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK.

Menurut Yohanis, istilah OTT merupakan istilah yang keliru. Menurut Johannis, pengertian pembedahan menurut KBBI adalah contoh seorang dokter yang melakukan suatu pembedahan, tentunya segala sesuatunya telah dipersiapkan dan direncanakan.

“Kalau OTT menurut saya kurang, mohon izin, padahal saya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi harus saya ikuti, tapi berdasarkan pemahaman saya, OTT tidak cocok. , tidak cocok,” kata Yohanis. (semut)

Halaman berikutnya

Jadi mungkin lebih tepatnya kegiatan penangkapan itu merupakan akhir dari proses penyidikan. Tentu saja dari penyidikan sudah cukup bukti-bukti yang diperoleh, ujarnya.

Halaman berikutnya



Sumber