Golput Bangkit Pilkada Serentak 2024, LSI Denny JA: Demokrasi Terancam

Rabu, 4 Desember 2024 – 20:46 WIB

Jakarta, VIVA- Danny JA, Adji AlFarabi, Direktur KCI-LSI mengatakan, tingkat partisipasi masyarakat pada pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 mengalami penurunan, khususnya di 7 provinsi besar Indonesia. Bahkan, menurutnya, jumlah non-pemilih atau golput meningkat di 7 provinsi terbesar di Indonesia.

Baca juga:

Mengulangi skenario Pilkada pada daerah pemenang Kotak Kosong Pilkada 2024

Sementara jumlah golput pada Pilkada Serentak 2024 rata-rata terdapat di 7 provinsi besar Indonesia, yakni Sumatera Utara, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

“Selain melihat perolehan suara masing-masing kandidat, Anda juga bisa melihat angka partisipasi pemilih di Quick Count. Sisi berlawanan dari tingkat partisipasi pemilih adalah kelompok kulit putih (netralitas), yaitu pemilih yang tidak memilih, kata Adjie, Rabu, 4 Desember 2024 di Jakarta Timur.

Baca juga:

KPU: Tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak 2024 hanya 68 persen

Peneliti LSI Denny JA, Adji Alfarabi (kanan).

Menurut Adji, ketika pantangan meningkat, maka demokrasi tentu akan menghadapi ancaman eksistensial. Hakikat demokrasi adalah partisipasi rakyat, namun tingkat partisipasi pemilih yang rendah melemahkan landasan ini. Dia mengatakan bahwa meskipun para pemimpin terpilih memiliki legitimasi prosedural, mereka sering kali tidak memiliki legitimasi moral.

Baca juga:

Pilgub Jakarta 2024 meningkatkan golput, kata LSI Danny JA menjelaskan alasan pemicunya

“Jika hanya sebagian kecil masyarakat yang memilih, bagaimana mereka bisa benar-benar mewakili suara rakyat?” “Memudarnya rasa keagenan menciptakan kesenjangan antara masyarakat dan pemimpin, melemahkan kepercayaan, dan membuka pintu ketidakstabilan sosial,” jelas Adji.

Selain itu, Adji mengatakan netralitas juga meningkatkan polarisasi. Dalam kondisi tingkat partisipasi pemilih yang rendah, hanya kelompok militan yang menang. Demokrasi, lanjutnya, telah menjadi pertarungan antar kelompok kecil dibandingkan arena konsensus umum. Yang terburuk, rendahnya partisipasi mendorong politik elitis di mana para pemimpin hanya melayani kelompok pendukung aktif mereka sendiri.

“Namun ancaman terbesarnya adalah hilangnya kepercayaan terhadap demokrasi itu sendiri. Golput seringkali mencerminkan rasa frustrasi: korupsi, ingkar janji, atau kandidat yang dianggap tidak mewakili,” katanya.

Demokrasi sejati, kata Adji, memerlukan lebih banyak sistem dan memerlukan partisipasi rakyatnya. Adji juga mengatakan, meningkatnya jumlah golput merupakan cerminan demokrasi yang perlahan kehilangan nilai tukarnya; hanya ketika kita memilih dengan percaya diri dan berani kita dapat menghidupkan kembali semangatnya.

“Ketika sikap netral meningkat, demokrasi kehilangan arah.” “Pilkada harus direvitalisasi agar masyarakat percaya bahwa pilkada adalah pintu perbaikan kehidupannya.

Berdasarkan hasil quick count tahun 2024, Adji menyebut tingkat netralitas di Jabar sebesar 36,98%. Tingkat absensi di Jawa Timur sebesar 34,68%. Di Jawa Tengah, tingkat netralitasnya sebesar 32,36%. Golput di Banten sebesar 36,10%. Di Sumut, tingkat netralitasnya sebesar 38,22%. Golput pada Pilkada Sulsel sebanyak 29,84 persen. DKI Jakarta memiliki tingkat golput sebesar 46,91%.

Rata-rata jumlah golput pada Pilkada 2024 di 7 provinsi besar Indonesia adalah 37,63 persen. Dibandingkan Pilgub sebelumnya, terjadi peningkatan sebesar 6,23 persen. Pada Pilkada 2019, rata-rata golput di 7 daerah sebesar 31,40%. “30-47 persen pemilih tidak memilih pada Pilgub 2024 di 7 provinsi besar,” tutupnya.

Halaman berikutnya

“Namun ancaman terbesarnya adalah hilangnya kepercayaan terhadap demokrasi itu sendiri. Golput sering kali mencerminkan rasa frustrasi: korupsi, ingkar janji, atau kandidat yang dianggap tidak mewakili,” katanya.

Halaman berikutnya



Sumber