Kamis, 5 Desember 2024 – 02:06 WIB
Jakarta – Umat Islam yang bepergian ke luar negeri menghadapi beberapa kendala, terutama saat ingin buang air kecil atau kecil. Pasalnya, banyak negara yang tidak memiliki bidet atau fasilitas sanitasi yang digunakan untuk membersihkan alat kelamin dan bokong setelah buang air besar atau kecil. Di beberapa negara, mereka lebih memilih menggunakan kain kering dibandingkan menyediakan bidet.
Baca juga:
Seorang wanita yang melemparkan bayinya ke toilet apartemen ditangkap
Alhasil, banyak di antara kita yang selalu membawa wadah kosong dan mengisinya dengan air di wastafel untuk membersihkan diri setelah buang air kecil. Cara ini dilakukan sebagai tindakan pencegahan untuk melakukan penyucian (istinja) yang benar dan menghindari percikan najis menurut kaidah fikih Islam.
Bagi sebagian orang, pembahasan toilet dan toilet mungkin dianggap sepele. Apalagi terkait dengan syariah. Apa pentingnya membahas tentang tempat buang air kecil dan feses serta kaitannya dengan prinsip syariat?
Baca juga:
Tangan bayi ketakutan mencuat dari toilet penghuni apartemen Pluit
Menurut KH Abdul Muiz Ali, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), ada beberapa kriteria toilet dan urinoir khusus pria jika penggunanya tidak hati-hati atau tidak paham cara melakukannya. Jika mereka menggunakannya, akibatnya pakaian tersebut menjadi najis (mutanajji) karena air seni dan feses yang tidak dibersihkan dengan benar atau cipratan najis.
Baca juga:
Baim Wong Kaget dengan Harga Lemari Pakaian di Rumah Boy William, Berapa?
Pertama, ureter berdiri di tempat yang tidak ada penghalang di antara ureter. Biasanya pembatas ini disebut dengan pelindung urine mika akrilik.
Kedua, toilet duduk dengan model shower toilet jet flush, baik digunakan oleh pria maupun wanita.
“WC model seperti itu mengeluarkan air dari belakang begitu alat pengontrolnya digerakkan. Toilet model seperti itu rentan terhadap cipratan najis yang berpindah kemana-mana, pakaian najis (mutanajjis) dan sekitarnya,” jelasnya. Situs resmi MUI.
Ketiga, memiliki jenis toilet yang menggunakan bidet sehingga memungkinkan kotoran terciprat kemana-mana. Inilah tipe yang cenderung kotor dimana-mana.
Keempat, di sejumlah layanan publik terdapat urinoir yang saluran bawahnya rusak sehingga urin tidak mengalir dengan baik dan masuk ke celana. Yang mengejutkan, pengguna jasa baru menyadari ada kerusakan pada ureter setelah yang bersangkutan buang air besar. Sangat disayangkan, ujarnya.
KH Abdul Muiz Ali menjelaskan, pada kenyataannya belum ada aturan yang menjelaskan model toilet dan toilet yang sesuai dengan norma syariah. Hanya saja, sebaiknya pimpinan suatu komunitas atau fasilitas umum mempertimbangkan prinsip syariah jika ingin membangun jamban atau toilet.
Mengenai pentingnya fasilitas umum seperti hotel yang bisa dikatakan syariah, kita bisa merujuk pada Keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI No. 108/DSN-MUI/X/2016 tentang penetapan pedoman. Pariwisata berbasis syariah.
Dalam fatwa tersebut, dikatakannya, terdapat syarat-syarat terkait aturan hotel syariah yang dijelaskan pada ayat 4, yaitu penyediaan sarana, perlengkapan, dan fasilitas yang memadai, termasuk fasilitas wudhu, untuk pelaksanaan ibadah.
“Dalam fatwa ini, meskipun berkaitan dengan peraturan hotel syariah, namun juga menyinggung pentingnya penyediaan fasilitas kebersihan seperti toilet dan WC yang dinilai lebih mencerminkan penerapan prinsip syariah. resor, rumah sakit, perkantoran dan tempat/fasilitas umum lainnya,” ujarnya.
Halaman berikutnya
Ketiga, memiliki jenis toilet yang menggunakan bidet sehingga memungkinkan kotoran terciprat kemana-mana. Inilah tipe yang cenderung kotor dimana-mana.