Kamis, 5 Desember 2024 – 11:30 WIB
Jakarta – Industri otomotif Indonesia terus mengalami gejolak yang tiada henti. Dari stagnasi penjualan satu juta mobil hingga saat ini, ada pembicaraan tentang kenaikan pajak.
Baca juga:
Menperin menjamin RI akan mengekspor prekursor ke Eropa dan Amerika Utara pada awal tahun 2025
Bahkan, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) merevisi target penjualan nasional dari semula 1,1 juta unit menjadi 850.000 unit.
Hal ini dilakukan secara realistis, mengingat angka penjualan mobil nasional belum meningkat secara signifikan.
Baca juga:
PLN gemetar karena mobil listrik asal China akan meningkatkan transaksi SPKLU sebanyak 5 kali lipat
Tercatat pada Januari-Oktober 2024, penjualan mobil di Indonesia hanya mencapai 710.000 unit, atau turun 15% dibandingkan Januari-Oktober 2023.
Berbagai usulan telah dilontarkan pemerintah untuk mendongkrak pertumbuhan industri otomotif.
Baca juga:
Upaya BYD untuk mengubah persepsi industri otomotif Indonesia terhadap kendaraan listrik
Ini merupakan salah satu usulan yang berpotensi mendongkrak industri otomotif, menurut Kementerian Koordinator Perekonomian hijau pembiayaan atau keuangan hijau.
Ekko Harjanto, Deputi Bidang Pembangunan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian, mengatakan pembiayaan ramah lingkungan merupakan bagian dari inisiatif keuangan berkelanjutan yang berfungsi mendukung proyek ramah lingkungan, termasuk pengembangan industri mobil rendah emisi sebagai kendaraan listrik. .
“Saya harap dengan hijau pembiayaan “Semakin banyak industri otomotif yang beralih ke bahan bakar energi terbarukan,” katanya. VIVA Dalam FGD: “Prospek Industri Otomotif 2024: Penyelesaian Satu Satu juta PerangkapMenyambut Era Rendah Emisi di Jakarta yang diselenggarakan oleh VIVA.co.id.
Menurut dia, kontribusi skema green financing terhadap industri otomotif rendah emisi dapat mendukung investasi infrastruktur dan produksi antara lain melalui pembangunan pabrik serta perluasan infrastruktur kendaraan listrik.
“Hijau pembiayaan “Diharapkan juga adanya skema kendaraan rendah emisi dengan suku bunga rendah bagi konsumen,” lanjut Ekko.
Ekko kemudian mengatakan bahwa produsen mobil kelas bawah dapat menggunakan obligasi ramah lingkungan untuk membiayai sejumlah proyek berkelanjutan.
“Pembiayaan ramah lingkungan ini akan memungkinkan investasi asing langsung masuk ke industri otomotif rendah emisi,” ujarnya.
Namun, Ekko menjelaskan, dalam penerapan pembiayaan ramah lingkungan ini untuk mendukung pertumbuhan industri otomotif, terdapat sejumlah tantangan.
“Banyak pelaku industri dan lembaga keuangan yang belum sepenuhnya memahami mekanisme dan manfaat green finance ketika menerapkan skema ini,” jelasnya.
Kemudian menghubungkan infrastruktur ramah lingkungan, seperti SPKLU (stasiun pengisian kendaraan listrik umum), dapat mencegah daya tarik lebih banyak pembiayaan ramah lingkungan.
Ekko menambahkan: “Kemudian, sertifikasi proyek ramah lingkungan membutuhkan proses yang panjang dan biaya tambahan. Selain itu, peraturan yang tidak konsisten atau masih tidak konsisten dapat memperlambat akses badan usaha terhadap pembiayaan ramah lingkungan”
Tantangan lain dalam penerapan keuangan ramah lingkungan adalah kendaraan dan infrastruktur rendah emisi memiliki biaya awal yang tinggi dan investor enggan masuk tanpa insentif yang jelas.
Halaman selanjutnya
Ekko Harjanto, Deputi Bidang Pembangunan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian, mengatakan pembiayaan ramah lingkungan merupakan bagian dari inisiatif keuangan berkelanjutan yang berfungsi mendukung proyek ramah lingkungan, termasuk pengembangan industri mobil rendah emisi sebagai kendaraan listrik. .