Sabtu, 7 Desember 2024 – 01:16 WIB
Jakarta – Letnan Dua Laut (Letda) Boflen Sirait menceritakan kisah penemuannya kotak hitam Penerbangan AirAsia QZ8501 jatuh di perairan Selat Karimata dekat Pangkalan Bun di Kalimantan Tengah pada 28 Desember 2014.
Baca juga:
KSAL Muhammad Ali: TNI AL siap memberikan dukungan penuh kepada Asta Cita Prabowo
Penerbangan QZ8501 sedianya berangkat dari Bandara Internasional Juanda Surabaya pada Minggu 28 Desember 2014 pukul 05.35 WIB. Namun pesawat yang hendak menuju Bandara Internasional Changi Singapura itu jatuh karena ada masalah pada bagian ekornya. Dua pilot, empat awak kabin, dan 156 penumpang dinyatakan tewas akibat kejadian tersebut.
Penerbangan QZ8501 diduga jatuh ke air setelah dilaporkan kehilangan kontak, kata Lt. Boflen. Seorang penyelam senior dari Pasukan Khusus Korps Marinir, Batalyon Pengintai Amfibi (Toifib) diperintahkan untuk mencari lokasi jatuhnya pesawat.
Baca juga:
Dankormar menguji rompi antipeluru mengambang yang digunakan prajurit tempur Marinir di lapangan
Singkat cerita, ia dan tim berangkat menuju Pangkalan Bun dari Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta Timur. Setelah sampai di tempat tujuan, Boflen langsung dikirim ke tengah laut tempat pesawat diduga jatuh.
Baca juga:
11 Pati TNI AL KSAL terima Brevet Hiu Kencana dari Muhammad Ali, siapa saja?
“Saat itu KRI Banda Aceh sudah ada. Kurang lebih delapan jam perjalanan dari (Pangkalan Bundan) di tengah laut menuju (KRI Banda Aceh),” kata Letjen Boflen. YouTube Dispensal TNI Angkatan Laut Sabtu, 7 Desember 2024.
Diberitakan Boflen, saat KRI tiba di Banda Aceh, pihaknya bertemu dengan sejumlah tim penyelam gabungan yang berjumlah 47 personel, mulai dari Basarnas, Denjaka, dan Kopaska. Awalnya, pencarian bangkai kapal QZ8501 dilakukan dengan menggunakan detektor logam.
Sesampainya di lokasi yang diduga jatuhnya pesawat, mereka menurunkan robot pengintai. Namun karena cuaca badai dan arus yang kuat, robot tersebut tidak berfungsi dengan baik.
Kemudian Letnan Boflen menyarankan untuk menyelam terlebih dahulu ke dasar laut. Ia mengajak salah satu adik didiknya untuk menemaninya ke dasar laut.
“Saat itu kami menurunkan jangkarnya terlebih dahulu agar tidak hanyut. “Setelah kami turun, badan kami seperti bendera yang berkibar terbawa arus, sehingga kami harus berpegangan pada tali tersebut,” ujarnya.
“Kalau tidak berpegangan pada tali, kami bisa menempuh jarak 2-3 kilometer karena hanya berenang mundur karena arusnya begitu deras,” lanjutnya.
Namun, penyelaman kali ini tidak berhasil. Pencarian berlanjut hingga 7 Januari 2015, ketika Boflen berhasil menemukan puing-puing QZ8501. Saat ditemukan, pesawat itu sudah terpecah menjadi tiga bagian besar.
“Kita temukan ekor pesawatnya dulu, baru setelah 2 setengah kilometer kita temukan badan pesawat, baru kokpitnya,” ujarnya.
Setelah seluruh korban dan bagian pesawat berhasil diangkat, Boflen berhasil menemukan dua orang kotak hitamyaitu Perekam data penerbangan (FDR) dan Perekam kokpit (CVR). Kotak hitam ditemukan pada kedalaman 30 hingga 32 meter pada posisi 03.37.21 S/109.42.42 E.
“Warnanya oranye, panjang sekitar 40 cm, lebar 15 cm. Ada dua kotak hitam“Satu FDR berisi ketinggian pesawat dan rute pesawat, dan CVR kedua juga ditemukan melakukan percakapan dari pilot hingga bandara,” ujarnya.
Boflen berkata dia bangga telah menemukannya kotak hitam itu. Sebab, kata dia, berkat penemuan ini, penyebab jatuhnya pesawat QZ8501 bisa diketahui.
Akibat usahanya tenggelam ke dasar laut saat terjadi badai, Boflen mendapat julukan “penyelam gila” dari para penyelam asing yang membantunya menemukan puing-puing QZ8501.
Halaman berikutnya
Ketika QZ8501 tiba di lokasi kecelakaan, mereka menjatuhkan robot pengintai. Namun karena cuaca badai dan arus yang kuat, robot tersebut tidak berfungsi dengan baik.