Pengenalan bahan bakar berstandar Euro IV dapat menghilangkan polusi Jabodetabek

Kamis, 19 Desember 2024 – 14:51 WIB

Jakarta – Fabbi Tumiva, direktur eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan pemerintah memperkirakan tingkat polusi tertinggi di berbagai kota di Indonesia, khususnya di Jabodetabek, akan terjadi pada bulan Juni hingga Agustus setiap tahunnya. Salah satunya adalah mendorong peningkatan kualitas bahan bakar Indonesia ke standar Euro-4.

Baca juga:

Di bawah ini kandungan dan efek samping tomat putih yang kini sedang viral

Berdasarkan kajian yang dilakukan IESR bekerja sama dengan Pusat Penelitian Perubahan Iklim Universitas Indonesia (RCCC UI), Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) dan Pusat Reformasi Ekonomi Indonesia (CORE) menyarankan bahwa pemberlakuan bahan bakar Euro IV pada tahun 2025 hingga 2030 menunjukkan mampu mengurangi polusi udara di Jabodetabek. Termasuk dalam hal ini adalah penurunan partikel polutan (PM) dari 2,5 menjadi 96 persen dan SOx, NOx dari 82 menjadi 98 persen.

“Indonesia harus segera menerapkan Euro-4, didukung dengan kebijakan yang terintegrasi, dengan kontrol dan regulasi yang ketat. Pemerintah harus memastikan kilang dalam negeri siap memenuhi bahan bakar Euro-4. Meskipun hal ini memerlukan investasi yang besar, kemitraan pemerintah-swasta di bidang teknologi dan infrastruktur pengilangan akan memberikan manfaat lingkungan, kesehatan, dan ekonomi yang jauh lebih besar. kata Fabbi dalam keterangannya, Kamis, 19 Desember 2024.

Baca juga:

Sekalipun Anda mempunyai utang 1-2 tahun, BPJS Kesehatan adalah cara mudah untuk beralih ke PBI

Gambar mobil kehabisan bahan bakar dan diisi ulang menggunakan jerigen

Ia memperkirakan bahan bakar Euro 4 memiliki kandungan sulfur sebesar 50 ppm. Di sisi lain, lebih dari 90 persen bahan bakar yang beredar di pasar Indonesia berkualitas rendah dengan kandungan sulfur tinggi, mencapai 150-2000 ppm tergantung jenis bahan bakarnya.

Baca juga:

Pertamina memprediksi terjadi peningkatan konsumsi BBM di Aceh saat libur Natal

Ia menjelaskan, kandungan sulfur yang tinggi pada bahan bakar menyebabkan buruknya kualitas udara, meningkatkan gangguan kesehatan, dan meningkatkan biaya pengobatan.

Fabbi memperkirakan polusi udara di Jakarta telah meningkatkan beban biaya kesehatan terkait polusi, seperti pneumonia, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), dan penyakit jantung koroner.

Data BPJS menunjukkan klaim pengobatan terkait polusi udara di Jakarta mencapai hampir Rp1,2 triliun pada tahun 2023, penyakit jantung koroner menyumbang Rp471 miliar, serta influenza dan pneumonia menyumbang Rp409 miliar.

Sementara itu, Analis Kebijakan Lingkungan IESR Ilham RF Surya mengatakan penerapan Euro IV akan meningkatkan biaya produksi bahan bakar sebesar Rp 200-500 per liter. Oleh karena itu, pemerintah harus menyiapkan ruang fiskal untuk memperkirakan dampak perekonomian dari penerapan peta jalan Euro 4.

Selain itu, pemerintah harus menyiapkan skema pembiayaan untuk meningkatkan biaya produksi bahan bakar dengan berbagai skenario, misalnya biaya tambahan ditanggung oleh pemerintah, ditanggung oleh konsumen, atau pembatasan penggunaan bahan bakar preferensial untuk kelompok masyarakat tertentu.

“Penelitian ini secara terpisah mengevaluasi dampak peningkatan kualitas udara terhadap tiga penyakit, yaitu pneumonia, penyakit jantung koroner, dan PPOK, dari daftar 12 penyakit akibat polusi di Jakarta. “Pada tahun 2030, total penurunan biaya klaim BPJS untuk pengobatan ketiga penyakit tersebut mencapai Rp550 miliar, rincian pneumonia Rp246 miliar, penyakit jantung iskemik Rp268 miliar, dan PPOK Rp36 miliar,” jelas Ilhom.

Citra Bahan Bakar Minyak (BBM).

Citra Bahan Bakar Minyak (BBM).

Kajian ini mendorong pemerintah untuk menerapkan Euro-4 dengan memastikan ketersediaan bahan bakar EURO IV pada peta jalan, serta kesediaan kilang dalam negeri untuk memasoknya.

Selain itu, meskipun peningkatan kualitas bahan bakar merupakan sebuah langkah penting, langkah ini harus didukung oleh kebijakan transportasi berkelanjutan lainnya, termasuk menyediakan transportasi umum yang nyaman, memperkuat standar kualitas emisi, dan efisiensi bahan bakar (penghematan bahan bakar) kendaraan bermotor, peralihan ke kendaraan listrik, serta penerapan manajemen transportasi ramah lingkungan (pengelolaan transportasi yang ramah lingkungan).

Halaman berikutnya

Sementara itu, Analis Kebijakan Lingkungan IESR Ilham RF Surya mengatakan penerapan Euro IV akan meningkatkan biaya produksi bahan bakar sebesar Rp 200-500 per liter. Oleh karena itu, pemerintah harus menyiapkan ruang fiskal untuk memperkirakan dampak perekonomian dari penerapan peta jalan Euro 4.

Halaman berikutnya



Sumber