Sabtu, 28 Desember 2024 – 12:29 WIB
VIVA – Kebijakan hilirisasi ekstraksi mineral di Indonesia telah menjadi sumber inspirasi bagi sejumlah negara berkembang di Asia dan Afrika. Kajian Binus University (Binus) bertajuk “A Key Data Analysis of Downstream Policy: Indonesia’s Strategy and Diplomacy Against Global Dynamics” menemukan bahwa keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan nilai tambah sumber daya alam mendorong negara-negara lain untuk mengambil langkah serupa .
Baca juga:
Menteri Bahlil tekankan hilirisasi mineral dan batubara untuk mendongkrak perekonomian hingga 8%
Salah satu tim peneliti Binus University, Dr. Edy Irvansyah, mengatakan hilirisasi di Indonesia tidak hanya berhasil meningkatkan perekonomian nasional, tetapi juga menciptakan model kebijakan yang sesuai dengan konteks global.
“Indonesia telah menunjukkan bahwa bahan hilir pertambangan seperti nikel, tembaga, dan kobalt dapat diolah menjadi produk bernilai tambah tinggi yang lebih kompetitif di pasar internasional. Hal ini menjadi peluang bagi negara lain untuk memaksimalkan potensi sumber dayanya inspirasi,” kata Edie.
Baca juga:
Riset INDEF: Indonesia mempunyai momentum strategis untuk menjadi pemain global di bidang hilirisasi tembaga
Studi ini menyoroti bahwa kebijakan hilirisasi Indonesia telah mendorong negara-negara seperti Filipina, pemasok utama nikel dunia, untuk menerapkan kebijakan serupa. Langkah ini menunjukkan bagaimana keberhasilan Indonesia dalam mempromosikan daur ulang lokal dapat menjadi panduan kebijakan ekonomi bagi negara-negara kaya sumber daya lainnya di Asia dan Afrika.
Hilirisasi di Indonesia juga berhasil menarik investasi asing dan memperkuat posisi negara dalam rantai pasokan global. Bahan baku baterai litium dan produk berbasis nikel seperti baja tahan karat memberikan nilai ekspor yang jauh lebih tinggi dibandingkan bahan baku. mendorong diversifikasi ekonomi, “memperkuat sektor manufaktur dan menciptakan lapangan kerja baru di berbagai wilayah pertambangan seperti Sulawesi dan Maluku,” kata Binus yang merupakan dosen universitas tersebut. Eddy.
Baca juga:
INDEF: Ekosistem hilir tembaga di Indonesia menunjukkan perkembangan positif dan mempunyai kepentingan strategis
Namun kajian Binus juga mencatat sejumlah tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menerapkan kebijakan tersebut. Menurut salah satu tim peneliti, Dr. Ahmed Sofyan, salah satunya adalah sengketa perdagangan internasional, seperti gugatan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang melarang ekspor nikel mentah. Konflik ini menggambarkan ketegangan antara upaya proteksionis dalam negeri untuk mengembangkan industri nasional dan aturan perdagangan bebas global.
“Perdebatan ini mengharuskan Indonesia menggabungkan strategi hilir dengan pendekatan diplomasi ekonomi yang konstruktif. “Jika tidak dikelola dengan baik dapat berdampak negatif terhadap hubungan perdagangan internasional,” jelas Ahmad Sofyan.
Selain isu internasional, isu lingkungan hidup juga penting dalam politik hilir. Pengolahan logam berat seperti nikel dan tembaga dapat menghasilkan limbah berbahaya yang dapat mencemari lingkungan apabila tidak dikelola dengan teknologi tepat guna. Peningkatan penambangan berpotensi mempercepat deforestasi dan degradasi lingkungan, sehingga diperlukan regulasi yang kuat dan teknologi pertambangan yang ramah lingkungan.
Kajian ini menegaskan bahwa hilirisasi merupakan langkah strategis yang dapat mengubah peran Indonesia dari sekedar eksportir bahan mentah menjadi pusat manufaktur global. Namun, keberhasilan jangka panjang dari kebijakan-kebijakan ini bergantung pada keberlanjutan, peraturan yang inklusif, dan pengelolaan yang bijaksana.
“Indonesia telah menjadi model yang diikuti oleh banyak negara berkembang, namun kebijakan ini harus dievaluasi untuk menjamin keberlanjutan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan pemerataan manfaat bagi masyarakat,” pungkas Edi.
Halaman selanjutnya
Selain isu internasional, isu lingkungan hidup juga penting dalam politik hilir. Pengolahan logam berat seperti nikel dan tembaga dapat menghasilkan limbah berbahaya yang dapat mencemari lingkungan apabila tidak dikelola dengan teknologi tepat guna. Peningkatan penambangan berpotensi mempercepat deforestasi dan degradasi lingkungan, sehingga diperlukan regulasi yang kuat dan teknologi pertambangan yang ramah lingkungan.