Fahri Hamzah mengatakan ada godaan untuk mengikuti sistem politik otoriter seperti China

Kamis, 2 Januari 2025 – 08:13 WIB

Jakarta – Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menilai fenomena politik liberal di Indonesia terlalu banyak mengorbankan semangat konsolidasi dan kerukunan nasional.

Baca juga:

Presiden Prabowo memberikan kado kejutan kepada prajurit TNI yang bertugas di Papua pada malam tahun baru

Menurutnya, kebijakan liberal adalah “tombak renang” yang memungkinkan anak bangsa saling menentang, berkelahi, dan saling menghina.

Padahal, kata dia, skandal yang ditimbulkan tidak berdampak signifikan.

Baca juga:

Selain UU ITE, pakar hukum menyebut Makhfud MD bisa dijerat pasal pencemaran nama baik dan pencemaran nama baik.

Peringatan 100 tahun Partai Komunis Tiongkok

“Politik Pancasila harus dihidupkan kembali sebagai bagian dari kisah besar persatuan kita,” kata Fahri di Jakarta, Rabu, 1 Januari 2024, saat diskusi “Menyongsong Momentum Indonesia, Refleksi Tahun 2024, dan Prakiraan Tahun 2025.”

Baca juga:

Momen ucapan selamat tahun baru bagi masyarakat di Bundaran Presiden Prabowo HI

Menurutnya, perubahan teknologi melalui kebebasan berjejaring sosial seolah menjadi cara untuk saling menegasikan.

Ia khawatir dengan fenomena tersebut, bahkan menyinggung para pemimpin rakyat.

Saat ini, ada godaan dari negara-negara di dunia untuk mengikuti sistem pemerintahan yang diterapkan Tiongkok. Pasalnya, negara ini mampu menjadi negara maju pesat hanya dalam satu generasi.

Gambar pemilu.

Gambar pemilu.

Foto:

  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

“Di saat yang sama, ada pula yang cenderung otoriter,” katanya.

Menurutnya, negara-negara Barat dengan kebijakan liberalnya justru melakukan dekonsolidasi bangsa. Munculnya peperangan menyebabkan menurunnya moral bangsa-bangsa tersebut sebagai negara demokrasi.

Oleh karena itu, ia mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk terus memperkuat bangsa dengan amanah politik yang mencerminkan jati diri bangsa Indonesia untuk menciptakan kekuatan masa depan.

“Dan meninggalkan partai-partai ekstremis, karena menganggap partainya adalah segalanya. Saya kira ini perlu tatanan politik baru, kita perlu arah yang lebih baik,” ujarnya. (semut)

Halaman selanjutnya

Ia khawatir dengan fenomena tersebut, bahkan menyinggung para pemimpin rakyat.

Halaman selanjutnya



Sumber