Kamis, 2 Januari 2025 – 16.10 WIB
Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus batasan 20% kursi DPR untuk pengusulan calon presiden, sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 “Tentang Pemilu”.
Baca juga:
Menko Yusril meminta calon peserta pilkada menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi
Hal itu disampaikan Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan MK atas perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Octavia di Gedung MK, Kamis, 2 Januari 2024. di Jakarta Pusat.
– Permohonan para pemohon akan kami penuhi sepenuhnya, – kata Suhartoyo.
Baca juga:
Suhartoyo memperpanjang masa jabatan MKMK hingga 31 Desember 2025
Mahkamah Konstitusi juga menyatakan ketentuan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Baca juga:
Ketua MK: Jumlah putusan mengingat UU 2024 paling banyak
Memerintahkan agar keputusan ini diumumkan secara sepatutnya dalam Berita Negara Republik Indonesia, ujarnya.
Hakim Saldi Isra dalam komentarnya menilai ketentuan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak sesuai dengan asas persamaan hukum dan ketatanegaraan, hak berjuang bersama, serta asas kepastian hukum yang adil dalam masyarakat. sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 ayat (2), Pasal 28 ayat (1), dan Pasal 281 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai dengan dalil-dalil para pemohon tersebut.
“Dengan demikian, dalil-dalil para pemohon mempunyai dasar hukum yang lengkap,” kata Saldi Isra.
Usulan Mahkamah Konstitusi terhadap revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 adalah sebagai berikut:
1. Semua partai politik peserta pemilu berhak mengajukan calon presiden dan wakil presiden;
2. Pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik peserta pemilu atau gabungan partai politik tidak didasarkan pada persentase kursi wakil presiden di DPRK atau jumlah sebenarnya suara di DPR. negara;
3. Dalam mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung dengan partai politik peserta pemilu, sepanjang penggabungan partai politik peserta pemilu tidak menimbulkan dominasi politik. partai atau perkumpulan partai politik. pasangan calon presiden dan wakil presiden pertama yang terbatas dan pilihan pemilih yang terbatas;
4. Partai politik peserta pemilu yang tidak menghadirkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dilarang mengikuti pemilu periode berikutnya; Dan
5. Terbentuknya rekayasa konstitusi tersebut, termasuk perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, dengan menerapkan prinsip peran serta semua pihak yang berkepentingan terhadap penyelenggaraan pemilu, termasuk partai politik yang tidak dapat memperoleh kursi di DPR. termasuk partisipasi masyarakat yang berarti.
Berdasarkan laman MK, ada empat perkara terkait ambang batas calon presiden yang dipertimbangkan hakim MK. Keempat perkara ini tercatat dalam perkara 62/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Enika Maya Octavia.
Perkara 101/PUU-XXI/2024 kemudian digugat oleh Jaringan Demokrasi dan Yayasan Pemilu Jujur (NETGRIT). Begitu pula dengan perkara 87/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Dian Fitri Sabrina, Muhammad, Muchtaddin Alatas, dan Muhammad Saad.
Sedangkan perkara 129/PUU-XXI/2023 dimohonkan Gugum Ridho Putra.
Para pemohon mengandalkan Pasal 222 UU Pemilu dalam tuntutannya. Pasal tersebut mengatur tentang Presidential Threshold atau ambang batas minimal 20 persen kursi di DPRK atau 25 persen suara nasional.
Halaman selanjutnya
“Dengan demikian, dalil-dalil para pemohon mempunyai dasar hukum yang lengkap,” kata Saldi Isra.