Jumat, 3 Januari 2025 – 08:47 WIB
Jakarta – Pemerintah sedang mempelajari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapuskan ambang batas minimal persentase pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, atau ambang batas kepresidenan.
Baca juga:
Menurut Pengamat, Prabovo Calon Terkuat Pilpres 2029, Meski Batasan Capres Dicabut
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan, kajian tersebut perlu dilakukan karena Mahkamah Konstitusi tidak menentukan waktu berlakunya putusan tersebut.
Di sisi lain, pemerintah pasti akan berkoordinasi mengenai hal ini juga karena saya belum membaca secara lengkap, kata Supratman saat dihubungi di Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025.
Baca juga:
Pengamat menilai keputusan MK menghapus 20% PT itu bagus, tapi tak ada lagi calon presiden, kenapa?
Kendati demikian, ia menegaskan pemerintah tetap meyakini putusan MK tegas dan mengikat.
Baca juga:
Mahkamah Konstitusi menolak tuntutan Alex Marwata yang menyebut Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi bisa bertemu dengan tersangka korupsi.
Menurut dia, Mahkamah Konstitusi biasanya menentukan kapan putusan tersebut mulai berlaku. Namun dalam keputusan terkait ambang batas kepresidenan Ia mengatakan, Mahkamah Konstitusi belum mengambil keputusan.
Menkumham menyatakan, pihaknya tidak mempermasalahkan isi putusan tersebut, hanya melihat kini putusan tersebut telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. ambang batas kepresidenanBerbeda dengan keputusan sebelumnya yang menurunkan batas.
“Tetapi apapun putusan MK, karena sudah tegas dan mengikat, maka akan kami kaji dan lakukan kajian kapan mulai berlaku. Memang benar MK melihat dia belum membuat keputusan. sebuah keputusan,” katanya.
Oleh karena itu, kata Supratman, Kementerian Perundang-undangan (Kemenkum) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan menyampaikan putusan MK tersebut kepada penyelenggara pemilihan umum (pemilu).
Selain itu, menurut dia, pemerintah dan DPR akan membahas keputusan perubahan UU Pemilu.
Pasalnya, kata dia, jika keputusan tersebut pada akhirnya berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu, maka akan terjadi perubahan terkait Peraturan Perundang-undangan dan peraturan Komisi Pemilihan Umum (GEC) sehingga semuanya akan selaras.
Saat ditanya mengenai dampak dari keputusan MK tersebut, ia mengaku belum bisa memastikan apakah keputusan tersebut akan berdampak positif atau tidak, karena setiap keputusan yang diambil pasti akan mempengaruhi proses demokratisasi.
Namun secara umum pemerintah, khususnya Kementerian Perundang-undangan, berpendapat bahwa kita harus menghormati keputusan tersebut, pemerintah mempunyai kesempatan untuk menghormati keputusan tersebut, kata mantan Ketua DPRK itu.
Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menghapus ambang batas minimal persentase calon presiden dan wakil presiden (ambang batas kepresidenan) pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Permohonan para pemohon akan kamikabulkan sepenuhnya,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo saat membacakan putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Kamis, Jakarta.
Saat meninjau putusan tersebut, Wakil Ketua MK Saldi Isra merujuk pada laporan yang membahas Pasal 6A ayat 2 UUD NRI 1945 yang melarang pencalonan calon presiden dan wakil presiden secara politik. partai atau partai politik peserta pemilu merupakan hak konstitusional partai politik.
Dalam konteks ini, Mahkamah mempertimbangkan gagasan penyederhanaan partai politik dengan menggunakan hasil pemilihan anggota DRC pada pemilu sebelumnya sebagai dasar untuk menentukan hak suatu partai politik atau perkumpulan partai politik untuk mengajukan pasangan calon. calon presiden dan wakil presiden adalah bentuk ketidakadilan. (semut)
Halaman berikutnya
Menteri Hukum mengatakan partainya tidak mempertanyakan isi keputusan tersebut, namun kini melihat Mahkamah Konstitusi secara efektif menghilangkan batasan presiden, tidak seperti keputusan sebelumnya yang menurunkan batasan tersebut.