Misbakhun menyebut Dirjen Pajak gagal memenuhi perintah Presiden Prabovo soal PPN.

Jumat, 3 Januari 2025 – 21.30 WIB

Jakarta – Presiden Prabowo Subianto memutuskan pada 31 Desember 2024, PPN sebesar 12 persen hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah. Sebelumnya, isu kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 menimbulkan gelombang protes.

Baca juga:

TNI AL menyiapkan 10 dapur umum untuk mensukseskan program makan gratis bergizi yang diusung Prabowo

Ketua komisi

Anehnya, perintah khusus ini tidak bisa diterjemahkan dengan jelas oleh pejabat Kementerian Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP), sehingga peraturan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sangat membingungkan dan menimbulkan kebingungan dalam prosedurnya. penerapannya karena menggunakan dasar penandaan dengan “nilai lain 11/12”, dimana “UU Harmonisasi Perpajakan (TAS) mempunyai penafsiran tunggal bahwa PPN multi tarif tidak dapat diterapkan,” kata Misbahoon dalam keterangannya, Jumat, 3 Januari. , 2025.

Baca juga:

DJP membeberkan alasan tidak menerbitkan Perppu penghapusan PPN 12 persen

Politisi Partai Golkar itu mengatakan, meski Pasal 7 UU Pembangkit Listrik Tenaga Air sudah sangat jelas, namun tidak ada larangan PPN multitarif. Dengan demikian, tarif PPN 11 persen dan tarif PPN 12 persen bisa diterapkan sekaligus.

Misbakhun mencontohkan, tarif PPN sebesar 11 persen untuk yang tidak dinaikkan, sedangkan tarif PPN 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah.

Baca juga:

MK memberikan kesempatan kepada partai untuk mengusung calon presidennya, namun PAN tetap menganggap Prabowo yang terbaik

Namun jika PMK Nomor 131 Tahun 2024 tentang Pengenalan PPN menjadi dasar penghitungan penerapan PPN, maka penerapan PPN 11 persen tidak akan membingungkan dunia usaha, karena menggunakan syarat dasar lain. tentang loyalitas para birokrat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, khususnya Dirjen Pajak, mengatakan, “Pak Presiden Prabowo jelas.” dia menjelaskan.

Politisi Jawa Timur itu mengutip PMK Nomor 131 Tahun 2024 yang mengenakan PPN sebesar 12% dikalikan dasar pengenaan pajak atas barang/jasa yang tidak tergolong barang mewah. Lanjutnya, dasar pengenaan pajaknya adalah nilai lain, dalam hal ini 11/12 dari harga jual, nilai pengganti atau nilai impor.

Namun pada masa transisi mulai 1 Januari 2025 hingga 31 Januari 2025, PPN atas barang mewah akan sebesar 12 persen dengan DPP yang sama dengan barang/jasa nonmewah. Presiden ingin tarif PPN barang non-mewah saat ini sebesar 11 persen, bukan 12 persen. Namun menurut Misbahoon, tarif PPN dalam aturan saat ini adalah 12%.

“Memang dasar perpajakan atau faktor pengalinya menggunakan nilai yang berbeda yaitu 11/12 dari harga jual, hasil akhirnya nilai PPN yang dipungut tetap sebesar 11% atau tarif PPN tidak mengalami kenaikan tarif. , peraturan ini beberapa perusahaan retail” sebagaimana disampaikan Dirjen Pajak dalam Media Briefing tanggal 2 Januari 2025, PPN dikenakan biaya sebesar 12%” menimbulkan keresahan di masyarakat.

Ia mencatat bahwa keterbatasan waktu membuat pengusaha tidak punya waktu untuk bersiap menghadapi perubahan ini. Pada akhirnya, jelas Misbahoon, dengan adanya PMK tersebut masyarakat harus membayar lebih padahal PPN bisa dihitung ulang menggunakan mekanisme dalam SPT Masa PPN.

“Kementerian Keuangan RI dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak hendaknya menyusun peraturan dengan bahasa yang lebih sederhana, tidak menimbulkan multitafsir, dan tetap menggunakan mekanisme penyusunan dokumen peraturan terkait. khususnya Direktorat Jenderal Pajak, haruskah menggunakan pendapat Presiden apakah instruksinya sudah benar diterjemahkan?

Misbahoon menyayangkan undang-undang yang diadopsi memiliki interpretasi atau ketentuan yang berbeda dari yang diperintahkan. Menurut Misbahoon, persoalan ini bisa menyebabkan masyarakat tidak percaya pada pemimpin tertinggi negara ini.

“Jika Dirjen Pajak tidak bisa menaati perintah Pak Presiden Prabowo, sebaiknya ia memilih menulis surat pengunduran diri, karena apa yang dianut oleh aturan teknis penerapannya sudah tidak sesuai lagi dengan keinginan dan kemauan Presiden. Pak Presiden Prabowo Karena mempunyai penafsiran subyektif terhadap pasal-pasal UU HPP yang sudah jelas, sehingga berujung pada akibat.

Halaman berikutnya

Namun pada masa transisi mulai 1 Januari 2025 hingga 31 Januari 2025, PPN atas barang mewah akan sebesar 12 persen dengan DPP yang sama dengan barang/jasa nonmewah. Presiden ingin tarif PPN barang non-mewah saat ini sebesar 11 persen, bukan 12 persen. Namun menurut Misbahoon, tarif PPN dalam aturan saat ini adalah 12%.



Sumber