Pengamat menilai keputusan MK menghapus 20% PT itu bagus, tapi tak ada lagi calon presiden, kenapa?

Jumat, 3 Januari 2025 – 08:21 WIB

Jakarta – Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio menyoroti keputusan Mahkamah Konstitusi (MC) yang menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden (ambang batas kepresidenan) 20 persen diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Inkonstitusional.

Baca juga:

Mahkamah Konstitusi menolak tuntutan Alex Marwata yang menyebut Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi bisa bertemu dengan tersangka korupsi.

Menurut Hendry Satrio, keputusan Mahkamah Konstitusi menghapuskan PT 20 persen membuka kemungkinan bagi partai politik untuk mengusung personel terbaiknya untuk maju sebagai calon presiden dan wakil presiden.

“Putusan Mahkamah Konstitusi membatalkannya ambang batas kepresidenan “20 persen itu bagus, sehingga parpol mana pun bisa menghadirkan personel terbaiknya untuk maju sebagai calon presiden dan wakil presiden,” kata Hendry Satrio dalam keterangannya, 3 Januari 2025.

Baca juga:

MK Hapus Presidential Threshold 20%, PKB: Kado Tahun Baru Kontroversial

Meski demikian, kata dia, keputusan tersebut bukan berarti masyarakat akan melihat banyak calon presiden dan wakil presiden pada pemilu 2029 mendatang.

Baca juga:

PDIP Soal Penghapusan Batas Kepresidenan 20% MK: Kita Taat dan Patuh

Sebab, calon presiden dan calon wakil presiden harus memiliki investasi elektoral yang harus dipertahankan dalam jangka panjang.

“Apakah kita akan memiliki 30 atau 10 calon presiden? Saya kira tidak demikian. Mengapa? Sebab calon presiden harus punya investasi pemilu, dan tidak semua parpol punya dana pemilu. “Artinya harus terkenal dari segi popularitasnya.

Di sisi lain, Hendri Satrio menyebut biaya untuk mencalonkan diri sebagai presiden tidaklah murah, sehingga hanya orang-orang tertentu yang bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden.

Gambar pemilu.

Gambar pemilu.

Foto:

  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

“Tidak murah untuk terjun ke masyarakat, sehingga hanya orang-orang yang benar-benar berkualitas yang bisa mendapatkan dukungan dari masyarakat untuk mencalonkan diri sebagai presiden,” ujarnya.

Jadi, dukungannya bukan hanya dukungan finansial saja, tapi dia juga harus memiliki dana atau investasi pemilu yang saya sebutkan di atas, ujarnya.

Komite Sentral memutuskan untuk menghapus syarat ambang batas presiden sebesar 20 persen kursi di DPRK, sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 “Tentang Pemilu”.

Hal itu diungkapkan Ketua Hakim Konstitusi Suhartoyo saat membacakan putusan MK perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Octavia di Gedung MK, Kamis, 2 Januari 2024, Jakarta Pusat.

Mahkamah Konstitusi juga menyatakan ketentuan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Halaman berikutnya

Di sisi lain, Hendri Satrio menyebut biaya untuk mencalonkan diri sebagai presiden tidaklah murah, sehingga hanya orang-orang tertentu yang bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden.

Halaman berikutnya



Sumber