MK telah menghapus ambang batas jabatan presiden, yang diharapkan LaNyalla akan mendorong perubahan radikal

Sabtu, 4 Januari 2025 – 17.46 WIB

Jakarta – LaNyalla Mahmud Mattalitti, Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD), menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi (CJ) yang menetapkan ambang batas minimal persentase rekomendasi pendaftaran calon presiden dan wakil presiden (ambang batas presiden).

Baca juga:

MK Hapus Batasan Presiden, Yusril: Seharusnya Pemerintah dan DPR Lakukan Perubahan UU Pemilu

Patut diapresiasi hakim Mahkamah Konstitusi yang berubah pikiran, apalagi setelah menolak gugatan yang sama sebanyak 33 kali, termasuk yang diajukan DPD RI berdasarkan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017, kata LaNyalla Mattalitti. keterangannya, Sabtu 4 Januari 2025.

LaNyalla menambahkan, “Khusus dalam resolusi terbaru ini, majelis menekankan bahwa demokrasi tidak boleh dirusak oleh dominasi faksi partai politik, sehingga membatasi peluang warga negara untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin nasional.”

Baca juga:

Partai Buruh yang menyambut baik keputusan MK ini yakin akan mengajukan calon presiden pada pemilu 2029.

Ia mengomentari putusan Mahkamah Konstitusi ambang batas kepresidenan Pemerintah segera melakukan reorganisasi sistem demokrasi Indonesia sesuai dengan prinsip Pancasila, yang mengutamakan demokrasi perwakilan dan musyawarah mufakat untuk menghindari biaya politik yang mahal serta jebakan popularitas dan pemilu.

Gambar logo Mahkamah Konstitusi.

Baca juga:

Presidential Threshold Akhirnya Dihapus, Gus Yahya: NU Bertindak Sebagai Pemilih, Bukan Domain Kami

Menurutnya, bangsa ini harus kembali ke sistem pancasila, melahirkan wakil-wakil yang penuh hikmah, dan kemudian memilih putra-putri terbaik bangsa sebagai pemimpin bangsa.

“Saya kira ini sebuah momentum karena pasca putusan MK, harus ada perubahan undang-undang, khususnya sistem pemilu dan pemerintahan, sehingga bisa menjadi pintu masuk bagi kita untuk kembali ke konstitusi asli yaitu Pancasila. . demokrasi, sistem asli Indonesia, Orde Lama dan Orde Baru tidak pernah terlaksana dengan baik. “Calon presidennya banyak, tidak ada masalah, tapi yang terpilih adalah orang-orang bijak sebagai lembaga tertinggi di RRC yang ditempati tidak hanya oleh anggota RDK yang merupakan wakil partai,” ujarnya. .

Menurut LaNyalla, pemilihan presiden langsung oleh seluruh rakyat hanya menimbulkan biaya tinggi yang pada akhirnya menarik para pelaku keuangan, dan yang menjadi landasan hanyalah popularitas dan elektabilitas.pembingkaian karena suara profesor atau profesor sama dengan suara mahasiswa semester satu.

Ia melanjutkan, akan berbeda jika undang-undang dan sistem pemerintahan dievaluasi secara menyeluruh sehingga bangsa ini dapat melahirkan orang-orang bijak sebagai simbol rakyat di Republik Rakyat Tiongkok dan kemudian, tentu saja, memilih landasan bagi para kandidat. MPR harus jujur, cerdas, dan bermoral.

“Saya berharap Pancasila dan Presiden Prabowo yang memiliki semangat dan keinginan untuk kembali ke UUD 1945 dapat mendorong seluruh elemen negara untuk menggunakan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memperbaiki sistem pemilu dan sistem ketatanegaraan Indonesia. pembentukan para pendiri bangsa,” ujarnya.

Artinya tidak terjerumus ke dalam perangkap orde lama dan orde baru. Namun pemikiran para pendiri bangsa akan benar-benar kita terapkan melalui sistem tersendiri yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang sebenarnya, karena bagi saya, setelah Mahkamah Konstitusi diberitahu, kita semua akan sadar bahwa kita harus melakukannya. LaNyalla menambahkan.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MC) memutuskan menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden atau ambang batas kepresidenan 20 persen kursi DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Hal itu disampaikan Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan MK atas perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Octavia di Gedung MK, Kamis, 2 Januari 2024. di Jakarta Pusat.

– Permohonan para pemohon akan kami penuhi sepenuhnya,- kata Suhartoyo.

Mahkamah Konstitusi juga menyatakan ketentuan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Memerintahkan agar keputusan ini diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia, ujarnya.

Halaman berikutnya

LaNyalla mengatakan, pemilihan presiden secara langsung oleh seluruh rakyat hanya menimbulkan biaya tinggi yang pada akhirnya menarik para pelaku keuangan, dan yang menjadi kunci hanyalah popularitas dan elektabilitas, karena suara seorang profesor atau profesor adalah suara yang dianggap sama dengan suara seorang profesor. mahasiswa semester pertama.

Wow! Titiek Soeharto ternyata berteman dengan Steven Seagal yang merindukan mereka setelah 20 tahun tidak bertemu.



Sumber