Senin, 6 Januari 2025 – 05:40 WIB
Jakarta – Profesor Asrinaldi, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Andalas (Unand), berpendapat bahwa kemampuan seseorang dalam memimpin administrasi publik dapat menjadi salah satu syarat untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden, sehingga akan ada batasnya. DIHAPUS.
Baca juga:
KPU memastikan kepatuhan terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus batasan pencalonan presiden
Batasan yang dikemukakan Asrinaldi adalah batas minimal persentase calon presiden dan wakil presiden. ambang batas kepresidenan Hal itu dihapus berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024.
“Saya kira sebagai seorang pemimpin, harusnya mempunyai pengalaman tambahan, pengalaman dalam mengatur negara dan politik. Misalnya, seorang calon presiden harus mempunyai pengalaman di bidang tersebut. “Jadi ini bukanlah akhir,” katanya DI ANTARA Dari Jakarta, Minggu 5 Januari 2025.
Baca juga:
MK Hapus Batasan Calon Presiden, Gerindra: Gunakan Link Bahas Revisi UU Pemilu
Ia juga mengatakan, kemampuan kepemimpinan juga perlu diperhatikan karena sebelumnya Mahkamah Konstitusi juga telah mengeluarkan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Keputusan ini mengatur tentang syarat keikutsertaan warga negara sebagai calon presiden dan wakil presiden apabila ia mempunyai pengalaman kerja pada jabatan kepala daerah.
Baca juga:
MK telah menghapus ambang batas jabatan presiden, yang diharapkan LaNyalla akan mendorong perubahan radikal
Meski ada perdebatan, namun persyaratannya perlu diatur, akan bermanfaat jika presiden dan wakil presiden benar-benar orang yang memiliki pengalaman politik dan pemerintahan, ujarnya.
Ia mengatakan kemampuan kepemimpinan juga dapat menyaring dan menghasilkan calon-calon yang mempunyai visi kebangsaan dan mampu membangun bangsa yang lebih baik.
“Iya, menurut saya perlu ada pembahasan lebih dalam karena ini syarat politik untuk bergabung,” ujarnya.
Pada Kamis, 2 Januari, MK memutuskan menghapus aturan tersebut ambang batas kepresidenan Pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
MK melihat ambang batas kepresidenan Menutup dan mencabut hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017, yang tidak mempunyai persentase perolehan suara sebenarnya di tingkat nasional atau persentase jumlah kursi di DRC pada pemilu sebelumnya. menunjukkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi mengetahui bahwa tren aksi politik di Indonesia adalah hanya dua pasangan calon yang berpartisipasi dalam setiap pemilihan presiden dan wakil presiden.
Menurut MK, situasi ini dengan mudah membawa masyarakat ke dalam perangkap polarisasi yang jika tidak dihindari akan mengancam keutuhan Indonesia.
Oleh karena itu, kata MK ambang batas kepresidenan Sebagaimana tercantum dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017, tidak hanya pelanggaran terhadap hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga kesusilaan, akal sehat, dan ketidakadilan tidak dapat ditoleransi. (semut)
Halaman berikutnya
“Ya, menurut saya perlu ada pembahasan lebih dalam karena ini syarat politik untuk bergabung,” ujarnya.