Menurut para pengamat, penghapusan Presidential Threshold akan menurunkan politik transaksional

Rabu, 8 Januari 2025 – 07:28 WIB

Kasihan VIVA – Andhika Muttaqin, Pengamat Politik Universitas Bravijaya, mengatakan keputusan Mahkamah Konstitusi (CJ) menghapuskan ambang batas (PT) calon presiden dan wakil presiden akan meminimalisir terjadinya politik transaksional.

Baca juga:

Kader PPP diharapkan bisa meninggalkan nostalgia masa lalu dan berbenah diri

“Dengan dihapuskannya PT, maka masing-masing parpol bisa maju sendiri-sendiri tanpa ‘menyewa’ dukungan partai lain. Artinya, politik transaksional akan berkurang,” kata Andhika di Malang, Selasa, 7 Januari. 2025.

Dia menjelaskan, dengan sistem PT, partai politik yang tidak memiliki minimal 20 persen suara harus berkoalisi untuk memenuhi syarat pencalonan.

Baca juga:

Menelaah putusan MK, Menkumham menyatakan Pemerintah siap membahas perubahan UU Pemilu.

Gambar kertas suara

Menurutnya, situasi ini seringkali berujung pada munculnya politik transaksional di balik layar, atau dengan kata lain keputusan politik lebih ditujukan untuk pembagian kekuasaan dibandingkan kepentingan rakyat.

Baca juga:

MK Hapus Presidential Threshold, Menkum: Capres dan Cawapres Tetap Perlu Didukung DPR

Penghapusan PT juga akan menyehatkan persaingan politik karena fokus pada adu gagasan, bukan sekedar lobi politik, ujarnya.

Andhika mengatakan, tanpa batasan pencalonan, tidak perlu lagi membentuk koalisi besar-besaran untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden dari masing-masing partai politik dalam pemilihan umum (pemilu).

Ia meyakini hal ini akan membuka peluang lebih banyak kandidat untuk tampil di kancah politik.

Gambar pemilu.

Gambar pemilu.

Foto:

  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

“Sehingga masyarakat mempunyai lebih banyak pilihan terhadap pemimpinnya. Hal ini tentu sejalan dengan semangat demokrasi yang mengedepankan keterbukaan,” ujarnya.

Pada Kamis (2/1), MK resmi memutuskan untuk mencabut ketentuan PT dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 “Tentang Pemilihan Umum” melalui Putusan MK Nomor 62/PYU-XXII/2024.

Keputusan tersebut dikeluarkan karena sistem PT dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Mahkamah Konstitusi menilai sistem PT yang diatur Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak mempunyai suara nasional atau jumlah kursi dalam pemilu. Korea Utara. pemilu sebelumnya untuk mencalonkan calon presiden dan wakil presiden.

Selain itu, keputusan ini diambil setelah Mahkamah Konstitusi mengkaji arah tindakan politik di Indonesia yang menghendaki hanya dua pasangan calon dalam setiap pemilihan presiden dan wakil presiden. Situasi ini membuat masyarakat mudah terjerumus ke dalam perangkap polarisasi yang jika tidak diantisipasi akan mengancam keutuhan Indonesia. (semut)

Halaman selanjutnya

Ia meyakini hal ini akan membuka peluang lebih banyak kandidat untuk tampil di kancah politik.

Halaman selanjutnya



Sumber