Mulai dari pendanaan hingga pengaruh Tiongkok, Ekonom RI menjelaskan pro dan kontra bergabung dengan BRICS

Rabu, 8 Januari 2025 – 15:04 WIB

Jakarta – Keuntungan Indonesia bergabung dengan BRICS disebut-sebut dapat membantu pemerintahan Prabowo Subianto mencapai sejumlah tujuan ekonomi, termasuk pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.

Baca juga:

Resiko bergabung dengan BRICS: RI patut mewaspadai respon Trump dan potensi perang dagang

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan sejumlah manfaat bergabungnya Indonesia menjadi anggota BRICS. Pertama, Indonesia akan memiliki akses terhadap BRICS Development Bank (NDB) yang baru untuk membiayai proyek infrastruktur, termasuk energi dan pembangunan Ibu Kota Negara Indonesia (IKN).

“Penawaran NDB tanpa dana persyaratan “Ketat, memberi keleluasaan bagi Indonesia,” kata Josua saat dihubungi VIVARabu, 8 Januari 2025.

Baca juga:

Simak persiapan OJK mengawasi bursa aset kripto mulai 10 Januari 2025

Kedua, BRICS menawarkan alternatif terhadap dominasi ekonomi Barat. Indonesia dapat memperkuat kerja sama dengan Tiongkok, India, dan negara anggota lainnya untuk meningkatkan perdagangan dan investasi di bidang strategis seperti teknologi dan energi.

Indonesia resmi bergabung dengan BRICS

Baca juga:

Menteri Perdagangan Busan mengungkapkan kunci strategis menjaga stabilitas perekonomian nasional

Ketiga, sebagai anggota BRICS, Indonesia dapat memajukan agenda negara berkembang dan memperkuat posisi strategisnya di kancah internasional sejalan dengan visi pemerintah untuk menjadi pemimpin Global South. Keempat, mendukung penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan internasional diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dan mendukung stabilitas perekonomian jangka panjang.

Kelima, dapat membuka peluang akses pasar negara-negara anggota BRICS, meskipun perdagangan intra-BRICS masih terbatas, ujarnya.

Pada saat yang sama, Josua juga menjelaskan sejumlah potensi kelemahan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS. Pertama, Tiongkok mendominasi BRICS secara ekonomi, sehingga kemitraan ini berpotensi meningkatkan ketergantungan Indonesia terhadap Tiongkok, khususnya di bidang perdagangan dan investasi.

Kedua, masuknya Indonesia ke BRICS mungkin dipandang oleh negara-negara Barat sebagai pendukung blok alternatif dan mempengaruhi hubungan dengan AS dan mitra Barat lainnya.

Ketiga, perbedaan kepentingan ekonomi antara negara-negara anggota BRICS (seperti Tiongkok dan India) dapat membatasi efektivitas kerja sama. Selain itu, perekonomian negara-negara seperti Rusia, Brazil dan Afrika Selatan saat ini menghadapi masalah serius yang dapat mempengaruhi stabilitas blok tersebut.

Keempat, manfaat ekonomi nyata dari keanggotaan BRICS bagi Indonesia tidak terlihat dalam jangka pendek, terutama karena perdagangan intra-BRICS masih rendah dan sebagian besar terfokus pada Tiongkok.

“Secara keseluruhan, aksesi Indonesia ke BRICS menawarkan peluang bagi diversifikasi ekonomi dan kemajuan agenda Global Selatan, namun juga menimbulkan tantangan dalam bentuk risiko geopolitik dan ketergantungan yang lebih besar pada Tiongkok,” ujarnya.

Halaman selanjutnya

Pada saat yang sama, Josua juga menjelaskan sejumlah potensi kelemahan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS. Pertama, Tiongkok mendominasi BRICS secara ekonomi, sehingga kemitraan ini berpotensi meningkatkan ketergantungan Indonesia terhadap Tiongkok, khususnya di bidang perdagangan dan investasi.

Halaman selanjutnya



Sumber