Kamis, 9 Januari 2025 – 22:08 WIB
Jakarta – Bambang Soesatyo alias Bamsoet, Anggota Komisi III DPR RI mengenang putusan Mahkamah Konstitusi (MC) yang membatalkan aturan batas pencalonan presiden, atau ambang batas kepresidenan 20 persen. Putusan Mahkamah Konstitusi mempunyai dampak yang kompleks terhadap dinamika politik negara.
Baca juga:
Willy Yosef-Habib Ismail Cabut Gugatannya di MK, Agustiar-Edi Pratovo Siap Dilantik Jadi Gubernur-Wakil Gubernur Kalteng
Bamsoet mengatakan, putusan MK memberikan kesempatan lebih luas bagi partai politik untuk mengikuti pemilihan presiden (Pilpres). Hal ini disebabkan meningkatnya jumlah pasangan calon peserta pemilu presiden.
Meski demikian, ia menilai peningkatan jumlah calon presiden dan wakil presiden tidak selalu membawa dampak positif. Ia mengatakan ada risiko perpecahan politik, polarisasi, dan biaya politik yang tinggi. Selain itu, munculnya kandidat berkualitas rendah juga merupakan masalah nyata.
Baca juga:
KPU: 21 Daerah dan 275 Kabupaten/Kota Tetapkan Pemenang Pilkada 2024
Oleh karena itu, kata Bamsoet, diperlukan strategi yang tepat agar tidak terlalu banyak calon presiden dan wakil presiden yang kualitasnya buruk dan agenda politiknya sempit.
Bamsoet menjelaskan, Pasal 6A Ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat secara berpasangan. Namun pada ayat 2 disebutkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pemilu.
Baca juga:
Terpopuler: Wanita yang dipukuli dan ditelanjangi, Anwar Usman dirawat di rumah sakit
“Itu berarti konsekuensi dari penutupan ambang batas kepresidenan Penggabungan (koalisi) partai politik pengusul calon presiden/kawapre dapat diatur dengan batasan minimal dan maksimal untuk menghindari dominasi hanya dua pasangan calon atau gabungan partai politik pengusul calon presiden/kawapre, kata Bamsoet di Jakarta. , Kamis, 9 Januari 2025.
Selain itu, tambahnya, hingga Mahkamah Konstitusi membatalkannya, aturan ambang batas presiden mengharuskan partai politik atau gabungan partai politik memenuhi ambang batas presiden sebesar 20 persen kursi DPRK atau 25 persen perolehan suara nasional sebenarnya.
Namun dengan penghapusannya ambang batas kepresidenanmaka masing-masing parpol kini mempunyai peluang yang sama untuk mengusung calon presiden.
Hal ini dapat mendorong munculnya banyak calon presiden pada pemilu presiden mendatang. Berdasarkan hasil pemilu 2024, tercatat ada 8 parpol yang memiliki kursi di DPRK dan 10 parpol tanpa kursi di DPRK, kata dia. mantan perwakilan Republik Kazakhstan. ketua
“Dengan menghapus ambang batas kepresidenanDiperkirakan, jumlah pasangan calon presiden bisa bertambah dari tiga pasangan pada Pilpres 2024, dan menjadi lebih dari empat atau bahkan enam pasangan pada Pilpres 2029, kata Bamsoet, Wakil Ketua KADIN.
Kemudian, lanjutnya, peningkatan jumlah calon presiden tidak selalu menjadi indikator positif bagi demokrasi. Faktanya, katanya, pengalaman berbagai negara menunjukkan banyaknya calon presiden. Hal ini seringkali disertai dengan informasi politik yang belum matang, visi dan misi yang terbatas, serta keterwakilan politik yang tidak proporsional.
Bamsoet mencontohkan 13 kandidat yang bersaing pada Pilpres Brasil 2018. Akibatnya, muncul sejumlah calon presiden yang pengalaman politiknya paling sedikit. Hal ini menimbulkan kebingungan di kalangan pemilih yang mencari pemimpin yang dapat diandalkan.
“Salah satu masalah utama setelah pencabutan ambang batas kepresidenan adalah menjaga kualitas calon. “Masyarakat perlu memilih secara bijak dan mendorong partai memiliki visi dan misi yang jelas, serta agenda yang luas dan inklusif dalam mencalonkan presiden,” kata Bamsoet.
Halaman selanjutnya
Namun dengan dihapuskannya Presidential Threshold, setiap partai politik mempunyai peluang yang sama untuk mengusung calon presiden.