Kamis, 9 Januari 2025 – 20:50 WIB
Jakarta – Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Christiano, pengacara, Patra M Zain menyoroti anomali Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka. Patra mengatakan, baru kali ini KPK menerbitkan hingga empat surat perintah penyidikan atau Sprindik untuk mengadili Hasto.
Baca juga:
Mantan Reserse KPK Novel Baswedan Cs Kunjungi KPK, Ada Apa?
“Yang ingin saya sampaikan, sejak Komisi Pemberantasan Korupsi berdiri pada 27 Desember 2002, KPK baru pertama kali mengeluarkan bukan dua, bukan tiga, melainkan empat sprint dalam satu perkara. KPK didirikan pertama kali setelah 22 tahun lebih,” kata Patra dalam konferensi pers yang digelar di kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Kamis, 9 Januari 2025.
Menurut dia, hal itu menunjukkan penyidik KPK tidak bulat dalam mengadili Hasto.
Baca juga:
PDIP mengungkap kejanggalan KPK dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka
“(Tidak semua penyidik) setuju, tentu masih ada penyidik yang baik untuk KPK,” kata Patra.
Patra mengatakan banyaknya publikasi yang dilakukan Sprindik justru menyebabkan anggaran lembaga antirasuah bertambah. Ironisnya, kata dia, karena dugaan suap dalam kasus ini hanya Rp 200 juta. Namun biaya penyelidikannya bisa 10 kali lipat atau lebih.
Baca juga:
Elit PDIP Sebut Publikasi Pimpinan KPK Saat Ini Jokowi, Ini Alasannya
“Penyemprotan pertama tanggal 9 Januari 2020, penyemprotan kedua tanggal 5 Mei 2023, penyemprotan ketiga dan keempat tanggal 23 Desember. dikeluarkan? Anggaran empat (sprintik), belanja,” jelasnya.
Dia mengatakan, kasus yang menjerat Hasto ini sudah berlangsung sejak Januari 2020, saat tersangka diketahui bernama Harun Masiku.
Jadi, kalau kita dapat kembali, masyarakat bisa bertanya berapa anggaran yang sudah dimakan, ditelan, dan digunakan KPK sejak tersangka Harun Masiku ditetapkan pada Januari 2020, kata Patra.
Belum lagi operasi pencarian Haroun Masiku baik di dalam maupun luar negeri, lanjut Patra.
Oleh karena itu, menurutnya, tidak salah jika penetapan Hasto sebagai tersangka oleh masyarakat merupakan hal yang wajib.
“Kalau Pak Hasto bukan Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, saya kira masyarakat tidak akan menyetujui hal ini. Jadi ada dugaan penuntutan, pemaksaan, perintah yang dijalankan. Kami juga ingin masyarakat untuk mewaspadai hal-hal tersebut tidak bisa melarang masuknya,” ujarnya.
Tak ayal, menurut Patra, pengadilan menyebut uang suap pengganti sementara (PAW) itu milik Harun Masiku. Penyidik terpaksa menghentikan penyidikan lagi.
Katanya kalau saya jadi penyidik, saya akan hentikan kasusnya. “Kenapa? Karena di dua persidangan, para saksi disumpah dan ditanya uang ini milik siapa? Harun Masiku. Apa lagi yang harus dicari?”
Lebih lanjut, Patra mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus segera melakukan evaluasi. Ia yakin KPK masih memiliki penyidik yang baik.
“Jadi tentunya kita berharap keberadaan komisi antirasuah ini perlu dievaluasi. Selain itu, sesuai prinsip dasar, seharusnya komisi antirasuah itu sudah diangkat dan dibentuk pada masa Presiden Prabowo. Saya ingin mengatakan itu,” kata Patra.
Ia berharap, masih ada penyidik KPK yang baik.
“Karena kita juga tahu kalau drama ini sangat luas. Mulai dari membawa flashdisk, buku, bahkan koper. Baru pertama kali ayah dan ibu mengalami penggeledahan seperti itu. Mereka tidak bisa membawa apa yang ingin mereka lihat. “, katanya.
Halaman selanjutnya
Dia mengatakan, kasus yang menjerat Hasto ini sudah berlangsung sejak Januari 2020, saat tersangka diketahui bernama Harun Masiku.